Indonesia Bisa Garap Pasar CPO di Asia dan Timur Tengah

Indonesia Bisa Garap Pasar CPO di Asia dan Timur Tengah
Peningkatan ekspor crude palm oil (CPO) dalam jumlah yang besar dapat meningkatkan harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit. Foto Ilustrasi: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Hambatan ekspor produk minyak sawit atau crude palm oil (CPO) Indonesia oleh Uni Eropa membuat nilai ekspor produk tersebut menurun.

Meski demikian, Indonesia berpotensi mengalihkan ekspor ke negara lain, seperti negara-negara di Asia dan Timur Tengah.

Direktur Pengamanan Perdagangan Direktorat Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan, Natan Kambuno mengungkapkan ada kecenderungan penurunan nilai ekspor produk minyak sawit tiap tahun.

Hal tersebut terjadi setelah Uni Eropa memberlakuan kebijakan Renewable Energy Directive (RED) II.

"Makin turun (nilai ekspornya), terutama dalam dua tahun terakhir. Pada 2020, nilainya tercatat US$2,9 miliar, lalu pada 2021 US$2,8 miliar," kata Natan dalam Focus Group Discussion "Menyikapi Berbagai Skenario Putusan WTO Tentang RED II" di Jakarta, Selasa (1/11).

Natan menambahkan kebijakan RED II diterapkan oleh Uni Eropa sejak Desember 2018. Kebijakan tersebut diskriminatif terhadap produk minyak sawit Indonesia.

Pada kesempatan yang sama, ekonom Universitas Indonesia, Fithra Faisal Hastiadi mengatakan kebijakan yang dinilai diskriminatif tersebut bisa jadi mendatangkan peluang terbukanya pasar minyak sawit di negara lain. 

"Ibaratnya seperti Perjanjian Hudaibiyah, seolah-olah merugikan kita, tetapi bisa jadi mendatangkan kebaikan lain. Uni Eropa tutup pintu, pintu lain negara-negara non-tradisional seperti di Asia dan Timur Tengah masih terbuka," ujarnya.

Indonesia berpotensi mengalihkan ekspor CPO ke negara lain, seperti negara-negara di Asia dan Timur Tengah.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News