Indonesia Butuh Teknokrat

Indonesia Butuh Teknokrat
Indonesia Butuh Teknokrat


Lalu, Suharto mengambil langkah bagi pemerintahannya dengan menarik ekonom-ekonom Indonesia lulusan Amerika, yang dikenal dengan "Mafia Berkeley" (karna kebanyakan mereka beralmamater sama).

Baca Juga:


Anggotanya yang menonjol adalah ekonom yang disegani Widjojo Nitisastro, yang kemudian menjadi Menteri Koordinator untuk Ekonomi, Keuangan dan Industri pada tahun 1973. Ada juga Emil Salim yang menjadi Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan 1978-1983.


Di bawah kendali Mafia Berkeley, Orde Baru Suharto menggantikan kebijakan Sukarno sebelumnya yaitu nasionalisasi dan pinjaman besar-besaran dalam mendukung deregulasi, pengendalian inflasi dan memproduksi anggaran yang seimbang.


Kendati sekarang banyak yang menyalahkan mereka karena gagal mengendalikan ekses Suharto, namun di bawah 'tangan-tangan mereka' Indonesia pernah menikmati tiga dekade dengan rata-rata pertumbuhan ekonominya sekitar 6,5% per tahun antara akhir 1960-an sampai 1997.


Hingga hari ini, Indonesia masih membutuhkan setidaknya kehadiran teknokrat yang seimbang.


SBY telah melebur bersama "kelas" teknokrat tersebut secara ekstensif –Boediono, Chatib basri, Dahlan Iskan dan Sri Mulyani Indrawati. Semuanya memainkan peranan penting dalam pengelolaan ekonomi Indonesia di tengah ketidakpastian ekonomi global baru-baru ini.


Namun masa jabatan SBY hampir selesai dan yang mengkhawatirkan adalah apabila pemerintahan selanjutnya--siapapun yang akan memimpin--memilih mengedepankan hubungan politik daripada melihat potensi.


Sebab tidak salah jika mengatakan perekonomian Indonesia meski menjanjikan akan menghadapi tantangan besar ke depan.

PADA 31 Januari 2014, Gita Wirjawan yang menjabat sebagai Menteri Perdagangan mengejutkan banyak pihak dengan pengunduran dirinya. Ini dilakukannya

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News