Indonesia Butuh Teknokrat

Indonesia Butuh Teknokrat
Indonesia Butuh Teknokrat

Indonesia Butuh TeknokratPADA 31 Januari 2014, Gita Wirjawan yang menjabat sebagai Menteri Perdagangan mengejutkan banyak pihak dengan pengunduran dirinya. Ini dilakukannya untuk berkonsentrasi pada karir politik yang baru ia rintis.


Gita--seorang investment banker lulusan Universitas Harvard telah mengubah haluan menjadi pejabat pemerintah--kini sedang berlaga dalam konvensi capres Partai Demokrat. Ia juga orang kepercayaan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).


Ketika Demokrat sedang didera skandal korupsi dan kelelahan memangku pemerintahan, sosok Gita adalah wajah segar yang memiliki integritas dan kebijakan-kebijakan cerdas.


Langkah-langkahnya kemungkinan bisa mengundang reaksi rival-rival politiknya.


Memang, Gita bukanlah satu-satunya teknokrat yang sudah memutuskan untuk menggunakan waktuknya secara penuh  untuk politik.


Sesama kandidat Demokrat (kesemuanya adalah teknokrat) Anies Baswedan, Dino Patti Djalal juga telah meninggalkan karir mereka sebelumnya.


Meski demikian, mengingat sentimen negatif masyarakat terhadap politisi, maka para teknokrat ini harus mempertimbangakan kembali semua aspek.


Tapi hal ini memang bukan yang pertama. Ketika Suharto menjadi Presiden RI di 1967 (setelah mengambil alih kekuasaan dari Sukarno di 1965) perekonomian Indonesia waktu itu sangat sulit dan negara ini berada di ambang bencana paceklik.

PADA 31 Januari 2014, Gita Wirjawan yang menjabat sebagai Menteri Perdagangan mengejutkan banyak pihak dengan pengunduran dirinya. Ini dilakukannya

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News