Mengapa Bu Risma Tidak Boleh Mundur

Mengapa Bu Risma Tidak Boleh Mundur
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini. Foto: dok/JPNN.com

Mengapa Bu Risma Tidak Boleh MundurSURABAYA bukanlah kota yang pengecut. Banyak orang Jakarta meremehkan kebersahajaan dan kepribadian yang meledak-ledak pada "Arek Suroboyo".

Sehingga saat walikota Surabaya, Tri Rismaharini (kerap dipanggil "Risma") memiliki momentum – niatan pengunduran dirinya menjadi pukulan keras bagi rencana partai pengusungnya– Ini memperlihatkan seperti adanya skenario yang kompleks dari sebuah kekuatan. 

Di satu sisi ada kekuatan pusat, termasuk Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi dan pimpinan Partai Demokrasi Indonesia (PDI-P). Di sisi lainnya, ada kelompok besar masyarakat perkotaan yang paling dinamis  sosial perekonomiannya di Indonesia diwakili oleh Risma.

Baca Juga:

Tidak seperti kebanyakan warga Jakarta, saya sebenarnya menyukai Kota Pahlawan dengan keterbukaan dan keasriannya. Kota ini sekarang lebih aman, lebih rapi dan lebih sejahtera dibandingkan 12 tahun lalu. Sebagian besar merupakan hasil kerja keras Risma – yang terpilih menjadi walikota wanita pertama di Surabaya.

Risma adalah sosok pemimpin yang tangguh, tak kenal kompromi dan ngayomi –mendedikasikan perhatiannya kepada kepentingan umum warga. Melihat kenyataan bahwa Risma –mantan pegawai negeri sipil yang kemudian terpilih sebagai walikota, ini menunjukkan betapa kedewasaan politik Indonesia terus berkembang.

Di bawah kepemimpinannya, pendidikan gratis dan layanan kesehatan telah disediakan bagi masyarakat miskin. Surabaya jauh lebih hijau, bersih dan dingin: dengan taman-taman di ruang terbuka yang tak terhitung jumlahnya.

Baca Juga:

Namun Risma tidak bisa terhindar dari persoalan kepentingan, termasuk tidak mudah menghalangi proyek-proyek pembangunan yang diusulkan oleh perusahaan-perusahaan besar di Surabaya. Penolakannya tegas terhadap pembangunan jalan tol tengah kota dan sebagai gantinya ia menginisisasi proyek angkutan massal cepat. Ini adalah salah satu contoh yang menonjol tentangnya.

Lebih lagi, saat serangkaian kematian misterius hewan di Kebun Binatang Surabaya (KBS) mencuat (mengingatkan kita akan misteri pembunuhan hewan di Skandinavia), kemudian mengharuskan pemerintah kota mengambil alih pegelolaan.

SURABAYA bukanlah kota yang pengecut. Banyak orang Jakarta meremehkan kebersahajaan dan kepribadian yang meledak-ledak pada "Arek Suroboyo".

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News