Indonesia Reekspor 428 Kontainer Bercampur Sampah dan Limbah B3

Indonesia Reekspor 428 Kontainer Bercampur Sampah dan Limbah B3
Dirjen PSLB3 KLHK, Rosa Vivien Ratnawati (tengah) bersama Dirjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Heru Pambudi (kiri) dan Direktur Verifikasi Pengelolaan Limbah B3, KLHK, A.Gunawan Witjaksono, Rabu (31/10). Foto: KLHK

jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah terus mengambil sikap tegas terhadap importir sampah yang melanggar aturan. Importir diminta melakukan reekspor terhadap 428 kontainer yang berisi skrap plastik tercampur sampah dan/atau limbah B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya) ke negara asal pelaksanaan reekspornya dikoordinasikan oleh Bea dan Cukai.

Penegasan tersebut dikemukakan Dirjen Sampah, Limbah, dan B3 (PSLB3) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Rosa Vivien Ratnawati kepada media, dalam suatu konprensi pers bersama Dirjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Heru Pambudi di Jakarta, Rabu (31/10)

Menurut Vivien, penanganan importasi limbah ilegal ini memerlukan suatu proses yang tidak sebentar, maka secara nasional diperlukan penguatan pemahaman antar instansi terkait untuk penanganannya termasuk juga dalam melakukan pengawasan di Border dan di Post Border. Diperlukan data dan informasi yang akurat serta prosedur yang jelas bilamana akan dilakukan pengembalian limbah illegal tersebut ke negara asal.

Dirjen Vivien menjelaskan dalam penanganan permasalahan reekspor kontainer ilegal karena berisi limbah non B3 dalam kondisi kotor dan/atau terkontaminasi dan tercampur limbah B3 dan/atau sampah yang harus dikembalikan ke negara asal, maka penanganan yang sedang dan akan dilakukan adalah pelaksanaan reekspor dilakukan berdasarkan mekanisme B to B berdasarkan kontrak kerja sama importir dengan eksportir dibawah koordinasi Bea Cukai dan sesuai Permendag 31 Tahun 2016 terhitung pelaksanaanya dalam waktu 90 hari.

Tetapi, kata Dirjen Vivien, bilamana pelaksanaan reekspor tersebut tidak terlaksana dalam mekanisme B to B maka akan ditindaklanjuti dengan mekanisme Konvensi Basel melalui notifikasi antara Focal Point pemerintah Indonesia dengan focal point negara asal limbah atau dengan focal point negara eksportir..

Kemudian, seandainya tidak ada tanggapan dari negara asal limbah dan negara eksportir, maka akan dilakukan pendekatan bilateral melalui jalur negosiasi Kementerian Luar Negeri dan melalui Sekretariat Konvensi Basel. Sedangkan paksaan reekspor terhadap importir adalah dengan perintah pengadilan.

“Dalam hal reekspor tidak berjalan dengan baik maka Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah, dan B3 (PSLB3) KLHK akan menindak tegas jika perusahaan-perusahaan tersebut tidak reekspor ke negara asal” ujar Vivien Ratnawati.

Dikemukakan, selama periode April – September 2019 telah diperiksa oleh KLHK total 882 kontainer berisi skrap plastik dan skrap kertas. Dari 882 kontainer yang telah diperiksa tersebut,sebanyak 428 kontainer ditemukan berisi skrap plastik tercampur sampah dan/atau limbah B3 sehingga harus direekspor, 454 sisanya dinyatakan bersih, dan 374 kontainer di antaranya yang sudah direekspor itu datang dari berbagai negara yaitu Prancis, Jerman, Belanda, Slovenia, Belgia, Inggris, Selandia Baru, Australia, Amerika, Spanyol, Kanada, Hongkong, dan Jepang. Sebanyak 428 kontainer yang bermasalah tersebut, KLHK telah mengeluarkan surat rekomendasi agar importir melakukan reekspor.

Importir diminta melakukan reekspor terhadap 428 kontainer yang berisi skrap plastik tercampur sampah dan/atau limbah B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya) ke negara asal pelaksanaan reekspornya dikoordinasikan oleh Bea dan Cukai.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News