Inflasi Tertinggi Sejak Desember 2014, Awas Hati-Hati!

jpnn.com, JAKARTA - Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira memprediksi kenaikan inflasi akan memberikan ancaman resesi yang sangat nyata.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi September 2022 mengalami peningkatan signifikan sebesar 1,17 persen month-to-month (mtm) dan 5,95 persen year-on-year (yoy).
Adapun sejumlah komoditas utama penyumbang inflasi tersebut ialah harga BBM, beras dan angkutan dalam kota.
"Dalam kondisi ini ada kekhawatiran, inflasi berubah menjadi stagflasi," ujar Bhima kepada JPNN, Selasa (4/10).
Menurutnya, dampak pemingkatan inflasi tersebut memberikan beberapa konsekuensi, yakni biaya bahan baku pelaku usaha meningkat, sementara sisi permintaan tidak siap.
"Para pelaku usaha tidak siap dan akan memengaruhi harga jual produk sehingga berimbas pada pengurangan rekrutmen karyawan," kata Bhima.
Selain itu, Indonesia harus bersikap waspada terhadap tingginya inflasi karena akan menyebabkan bank sentral melakukan pengetatan moneter dan berujung meningkatnya cost of financing dari pelaku usaha.
Kemudian, tak menutup kemungkinan akan bertambahnya jumlah orang miskin baru dan merosotnya pertumbuhan kelas menengah.
Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira memprediksi kenaikan inflasi akan memberikan ancaman resesi yang sangat nyata.
- Harga BBM Pertamina Turun, Cek Daftar Lengkapnya!
- Ekonom Respons soal Wacana Ojol jadi Karyawan Tetap
- May Day, Pertamina Turunkan Harga BBM Nonsubsidi, Berikut Daftarnya
- Resah Lihat Kondisi Ekonomi, Mahasiswa UKI Bagikan Beras untuk Membantu Warga
- Bukan 10 Persen, Pramono Bakal Terapkan Pajak BBM 5 Persen di Jakarta
- Bitcoin Menawarkan Solusi Perlindungan Nilai Aset dari Inflasi