Ingat! Operasi Penyelamatan di Filipina Selalu Makan Korban

Ingat! Operasi Penyelamatan di Filipina Selalu Makan Korban
Ilustrasi. Foto: dok/JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA - Mantan instruktur kamp Hudaibiyah, Ali Fauzi meminta pemerintah, khususnya militer Indonesia tidak gegabah menggelar operasi penyelamatan sepuluh WNI yang disandera di Filipina Selatan.

Tokoh senior Jamaah Islamiyah itu khawatir, operasi yang tidak dilakukan dengan perencanaan matang hanya akan berakhir air mata. "Diupayakan dulu soft approach seperti negosiasi dengan pembajaknya. Sebaiknya melakukan koordinasi yang baik dengan tokoh-tokoh setempat,’’ kata Ali.

Sejauh ini, imbuh Ali Fauzi yang pernah tinggal lama di Filipina Selatan, belum ada track record upaya penyelamatan sandera di Filipina Selatan dengan militer yang berjalan seratus persen sukses. Selalu ada korban, termasuk pihak sandera.

Salah satu yang paling terkenal adalah penculikan 20 wisatawan di kawasan wisata Dos Palmas pada Mei 2001. Selama setahun, terjadi negosiasi yang kemudian berakhir dengan operasi pembebasan. Hasilnya tidak terlalu melegakan. Martin Burnham tewas, seorang pastor Filipina dipenggal, dan hanya Gracia yang selamat.

Peringatan Ali Fauzi memang beralasan. Pria yang pernah lebih dari sebulan melakukan penelusuran di Mindanao itu mengungkap, alam dan medan di sana tidak bersahabat. Sebagai perbandingan, perburuan kelompok Santoso cs di Gunung Biru saja secara besar-besaran belum menampakkan hasil menggembirakan. Bagaimana dengan Mindanao? Yang secara de facto, militer maupun polisi Filipina tak memiliki kontrol sepenuhnya atas kawasan tersebut.

Banyak pos-pos penjagaan polisi maupun militer yang lokasinya jauh dari markas besar yang kosong. Pos penjagaan polisi dan militer hanya menjadi sasaran latihan gerilyawan. 

Sebagai ilustrasi, Ali yang pernah mendaki ke Kamp Bushra, kamp pelatihan militan paling besar di Mindanao itu menjelaskan, dari jalan paling terpencil di kota Marawi, menuju Kamp Bushra harus menembus hutan lebat. Saking lebatnya, ketika masuk siang hari saja, suasana di hutan seperti petang hari. Yang berbahaya bukan itu saja, banyak sekali booby trap (perangkap alam dan ranjau) yang disebar.

Ada lagi banyak rawa-rawa dengan luas seperti dua kabupaten. Seperti di kawasan Liguasan Marsh. Mendirikan kamp di sana, sama seperti mendapat benteng alam. Tak mungkin mendekat tanpa diketahui oleh para penjaga yang telah ditempatkan. Situasi dan kondisi alam memang tak menguntungkan bagi pihak luar yang ingin melakukan operasi militer di dalam.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News