Ini Terobosan Baru KLHK untuk Tegakkan Hukum Kasus Karhutla

Ini Terobosan Baru KLHK untuk Tegakkan Hukum Kasus Karhutla
Direktur Jenderal Penegakan Hukum LHK, Rasio Ridho Sani. Foto: Humas KLHK

jpnn.com, JAKARTA - Untuk memperkuat efek jera, KLHK akan memperluas skala penindakan dalam penegakan hukum kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

Tiga langkah penguatan tersebut meliputi pelibatan pemda dalam pengawasan, menerapkan pidana tambahan, dan penegakan hukum multidoor.

Direktur Jenderal Penegakan Hukum LHK, Rasio Ridho Sani, menyampaikan penerbitan izin menjadi wewenang bupati/walikota.

Oleh karena itu, pemerintah mendorong bupati/walikota menggunakan wewenangnya dalam penegakan hukum melalui penghentian kegiatan, pembekuan maupun pencabutan izin.

Penegakan hukum pidana tambahan, menurut Rasio Ridho, bisa berupa perampasan keuntungan, penyegelan dengan penerapan geospasial satellite image forensic, dan soil forensic.

Pihaknya juga bekerjasama dengan Polri dan Kejaksaan menerapkan sejumlah perundangan untuk menjerat pelaku karhutla yaitu Undang-Undang (UU) No 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan, UU No. 18 Tahun 2004 Tentang Perkebunan, dan UU No. 8 Tahun 2010 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Dari 17 gugatan perdata penegakan hukum kebakaran hutan dan lahan (karhutla), 9 (sembilan) diantaranya telah berkekuatan hukum tetap (inkracht), dengan nilai gugatan mencapai Rp. 3,15 triliun, dan tengah dalam proses eksekusi. Saat ini yang sudah disetorkan kepada rekening negara yaitu sekitar Rp. 78 Miliar.

Direktur Jenderal Penegakan Hukum LHK, Rasio Ridho Sani mengungkapkan eksekusi tersebut merupakan wewenang Ketua Pengadilan Negeri.

Ditjen Gakkum KLHK terus berkoordinasi secara intensif dengan Kepala Pengadilan Negeri agar dipercepat upaya-upaya eksekusi kasus karhutla.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News