Inilah Akar Masalah dari Kemarahan Masyarakat Papua Menurut Lenis Kogoya

Inilah Akar Masalah dari Kemarahan Masyarakat Papua Menurut Lenis Kogoya
Staf Khusus (Stafsus) Presiden untuk Papua Lenis Kogoya. Foto: Folly Akbar/JawaPos.Com

jpnn.com, JAKARTA - Ketua Lembaga Masyarakat Adat Tanah Papua Lenis Kogoya meyakini insiden yang diduga berbau rasialisme di Jawa Timur yang menimpa mahasiswa Papua, hanya pemantik kemarahan masyarakat di Bumi Cenderawasih.

Namun, sebetulnya akan masalah dari kemarahan warga Papua bukan insiden Jawa Timur. Dia mengakui insiden di Surabaya dan Malang memang membuat masyarakat Papua geram dan merasa tidak dihargai oleh negerinya sendiri. Namun, menurutnya kasus tersebut sudah ditangani oleh aparat kepolisian dengan benar.

Dalam wawancara khusus dengan Kantor Berita Politik RMOL, Lenis membuka penyebab gejolak di Papua. Pria yang juga staf Khusus presiden kelompok kerja Papua itu mengatakan, tidak transparannya dana otonomi khusus (Otsus) yang dikelola oleh pemerintah daerah menjadi salah satu penyebab.

Secara singkat ia menjelaskan, dalam aturan Otsus, Papua diberikan tiga hak istimewa, yakni Hak Kewenangan, Hak Keuangan lalu Hak Politik.

Hak Kewenangan, jelas Lenis, berarti gubernur dan wakil gubernur orang asli Papua, bupati orang asli Papua, begitu juga dengan satuan kerja perangkat daerah (SKPD). Kedua Hak Keuangan, anggaran dari pemerintah pusat langsung masuk ke rekening pemerintah daerah, dan daerah diberikan kewenangan untuk mengatur dana Otsus itu. Lalu Hak Politik, hak politik itu diberikan kepada pemerintah untuk membentuk kursi Otsus.

Namun, menurut Lenis otonomi khusus itu menjadi salah satu dari sekian masalah besar yang ada di Papua. Pemerintah daerah melalui Gubernur Papua saat ini tidak pernah memberikan laporan evaluasi tahunan kepada pemerintah pusat.

BACA JUGA: Pesan Luar Biasa dari Prabowo Subianto Demi Papua yang Lebih Baik

Selain tidak adanya evaluasi dana Otsus, Lenis juga menyebut distribusi dana Otsus tidak sesuai dengan peruntukannya. Hal ini juga menjadi masalah yang akhirnya membuat warga Papua bergejolak.

Orang Papua tidak punya pabrik gula, tidak punya pabrik tepung. Jadi, sarjana banyak yang terpaksa menganggur.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News