Inilah Para Kartini Tangguh Penyadap 300 Pohon Karet

Inilah Para Kartini Tangguh Penyadap 300 Pohon Karet
Para ibu tangguh penyadap karet. Foto: pojokpitu

jpnn.com - JEMBER—Generasi Kartini di masa kini berjuang dengan caranya masing-masing. Semangat Kartini ini juga ditunjukkan para perempuan tangguh di Pegunungan Silo, Jember, Jawa Timur.

Para perempuan tangguh itu bukan hanya menjadi ibu rumah tangga untuk anak-anak mereka, tapi juga bekerja menyadap 300 pohon karet setiap harinya. Pekerjaan berat itu pukul 02:00 dini hari, hingga pukul 10:00 siang. Hebat bukan?

Para ibu tangguh itu bekerja di lahan kebun karet seluas 1.781 hektar di Pegunungan Silo, tepatnya di perkebunan Sumberwadung, Kecamatan Sempolan, Jember. Setiap harinya mereka harus membawa sejumlah peralatan termasuk lampu penerangan yang  ditempelkan di kepala untuk bekerja.
 
Para perempuan ini, mayoritas adalah ibu rumah tangga. Setiap harinya mereka harus mengumpulkan satu per satu latek atau getah karet yang ditempatkan pada kaleng aluminium yang sebelumnya harus dilakukan penyayatan pada kulit pohon.

Sebanyak kurang lebih 300 pohon menjadi makanan mereka setiap harinya untuk mengumpulkan tetes demi tetes latek. Menurut Irmayati, Buruh penyadap karet, perjalanan malam yang berjarak kurang lebih 3 kilometer hingga 5 kilometer dari rumah mereka, harus ditempuh menuju pohon karet. Belum lagi mereka harus mengusung, getah karet dari hasil sadapannya ke tempat penampungan sementara.
 
"Kerasnya dunia malam di tengah hutan karet di Pegunungan Silo yang masih banyak berkeliaran hewan hewan liar, yang sewaktu waktu bisa mengancam hidup. Harus dilawan," kata Irmayanti.
 
Kondisi hidup yang membuat Irmayanti harus berjuang demi dua anaknya. Sementara itu, sang suami juga berprofesi sebagai penyadap karet. Penghasilan mereka tergantung  jumlah liter latek atau getah karet yang didapat. Juga tergantung dari harga karet dunia.

Saat harga karet dunia berada kisaran Rp 30 ribu per kilogramnya, Irmayati mendapat upah Rp 60 ribu perhari. Namun sejak dua tahun terakhir, harga karet dunia turun 1,6 dolar atau Rp 19 ribu.

“Hanya mendapat upah Rp 30 ribu perharinya,” imbuhnya.


Menurut Anang Yanuar, Kepala Adm Perkebunan Sumberwadung, dari data perusahaan daerah perkebunan, PDP  Sumber Wadung, terdapat 176 perempuan yang menjadi buruh penyadap karet dengan status pekerja lepas dan borongan. (pul/flo/jpnn)

 



Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News