Inilah Sikap Komnas HAM RI terkait Krisis Kemanusiaan di Myanmar

Inilah Sikap Komnas HAM RI terkait Krisis Kemanusiaan di Myanmar
Warga meletakkan kertas Joss pada peti mati, saat menghadiri pemakaman Khan Nyar Hein, mahasiswa kedokteran berusia 17 tahun yang tewas tertembak aparat keamanan yang melakukan tindakan keras pada unjuk rasa anti-kudeta di Yangon, Myanmar, Selasa (16/3/2021). Foto: ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer/AWW/djo

"Hal itu untuk mencegah aksi intervensi serta otoritarianisme," beber pria Sumatra Utara itu.

Dalam catatan Komnas HAM, kegaduhan politik di Myanmar telah menyita perhatian dunia, hingga menimbulkan kecaman dari sejumlah negara.

Dilaporkan lebih dari 700 orang sipil terbunuh dalam aksi demonstrasi damai dan 46 anak-anak ikut menjadi korban.

Aksi junta militer Myanmar yang mengudeta kepemimpinan yang sah ditengarai mengakibatkan ribuan orang luka-luka dan lebih dari 3.000 orang ditahan.

Tindak kekerasan tersebut juga berpotensi menambah jumlah pengungsi dari Myanmar menuju negara-negara sekitarnya.

Masih menurut catatan Komnas HAM, gejolak politik di Myanmar mengekang kebebasan berekspresi dan berpendapat. Pelaku kudeta di negara dengan ibu kota Naypyidaw membatasi pemberitaan dengan melakukan penahanan terhadap 71 jurnalis lokal.

Lebih dari 25 orang juga dituduh menyebarkan berita bohong. Keterbatasan komunikasi sangat dirasakan rakyat Myanmar karena pemerintah sejak 14 Februari 2021 membuka akses internet hanya delapan jam sehari. (ast/jpnn)

Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Ahmad Taufan Damanik menyoroti perkembangan politik di Myanmar sebagai refleksi bagi pemerintah Indonesia dalam menghadapi gejolak.


Redaktur & Reporter : Aristo Setiawan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News