Intel Harus Minta Ijin Pengadilan

Untuk Menyadap, dan Tak Boleh Menangkap

Intel Harus Minta Ijin Pengadilan
Intel Harus Minta Ijin Pengadilan
Sementara itu, Executif Director Centre for Democracy, Diplomacy, and Defense (CIC3D), Begi Hersutanto menerangkan bahwa polemik penyelesaian UU Intelijen jangan hanya berkutat pada boleh atau tidaknya intelejen melakukan penyadapan ataupun penangkapan.

Menurutnya, dua hal itu jangan menjadi penyebab sehingga pembentukan UU ini menjadi molor. Sehingga keamanan negara bisa semakin terancam.

"Ambil poin pentingnya, Intelejen itu bukan penyidik atau sebuah lembaga hukum, tidak boleh melakukan penangkapan, sehingga tidak terjadi abuse of power atau kekuasaan berlimpah. Dan andaikan melakukan penyadapan juga tidak boleh mencederai kebebasan individu, sehingga harus tetap meminta izin dari pengadilan negeri setempat. Intinya, kewenangan intelejen hanya sebagai early warning sistem atau hanya bertugas dalam konteks memprediksi potensi ancaman," jelasnya.

Bagaimana jika izin itu lama didapatkan? "Inilah yang harus diatur di UU Intelijen, di mana hakim harus bisa dikordinasikan selama 24 jam oleh intelijen untuk mengeluarkan izin penyadapan," jawabnya.

Lebih lanjut Begi juga menerangkan yang terpenting dari pembuatan UU intelijen itu juga harus diatur ketentuan pidananya. "Yang perlu diatur adalah sanksi bagi pembocor informasi negara. Yakni sanksi bagi hakim pengadilan yang memberikan ijin penyadapan, petugas intel ataupun pihak-pihak asing yang sengaja membocorkan rahasia negara,"tandasnya.

JAKARTA - Dosen hubungan internasional dari Universitas Indonesia (UI) Hariyadi Wiryawan mengharapkan pemerintah dan DPR dapat segera menyelesaikan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News