Istilah Mafia Tanah Diobral, Pakar Hukum Khawatir Iklim Investasi Terganggu

Istilah Mafia Tanah Diobral, Pakar Hukum Khawatir Iklim Investasi Terganggu
Ilustrasi sertifikat tanah. Foto: Radar Semarang

jpnn.com, JAKARTA - Isu atau narasi mengenai mafia tanah yang digunakan oleh pihak tertentu dengan tujuan terselubung dalam kasus sengketa pertanahan dalam beberapa waktu terakhir, dinilai sejumlah kalangan dapat menghambat dan mengganggu iklim investasi yang menjadi perhatian khusus dari Pemerintah RI demi menggerakkan roda perekonomian di tengah pandemi Covid-19.

Persoalan pertanahan seperti pembebasan lahan, jual beli tanah hingga eksesnya seperti sengketa pertanahan, sudah dianggap sebagai salah satu faktor penghambat investasi.

Oleh karenanya, tidak perlu diperparah dengan narasi penyamarataan bahwa setiap persoalan tanah adalah aksi mafia tanah. Hal itu ditegaskan oleh Ketua Badan Pengurus Setara Institute, Hendardi.

Ia mengilustrasikan pembebasan tanah oleh pemerintah maupun swasta misalnya untuk kepentingan pembangunan apapun, yang mungkin menimbulkan sengketa hukum perdata ataupun pidana, tidak bisa selalu distigmatisasi secara subyektif sebagai Mafia Tanah.

“Ini juga mesti dihindari sehingga tidak benar juga konotasi semua pembebasan tanah seolah merupakan permainan Mafia Tanah. Jadi perlu dihindari opini menyesatkan soal pengertian Mafia Tanah dalam sengketa tanah. Kita tidak boleh gampang memukul rata. Ini agar kita tetap menjaga prinsip negara hukum.” papar Hendardi.

Namun demikian tentu dalam proses penegakan hukumnya harus mengedepankan prinsip presumption of innocence (asas praduga tidak bersalah), lanjut pakar hukum pidana ini, mengingat Indonesia merupakan negara hukum sebagaimana ketentuan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945. Hal itu ditekankan oleh Guru Besar Ilmu Hukum Pidana Universitas Al-Azhar Indonesia, Prof. Agus Surono.

“Oleh karena persoalan sengketa tanah sangat berbeda dengan tindak pidana yang dilakukan oleh mafia tanah, maka persoalan sengketa hak atas tanah yang merupakan ranah hukum perdata, harus memberikan perlindungan hukum kepada pembeli yang beritikad baik ataupun pihak-pihak yang telah membebaskan tanah sesuai prosedur yang berlaku dalam rangka pengadaan tanah baik oleh pihak pemerintah maupun oleh pihak swasta,” tutur prof. Agus.

Sehingga apabila terdapat sengketa hak atas tanah yang telah diselesaikan melalui mekanisme di pengadilan, imbuh Agus, maka pihak yang memenangkan perkara tersebut tidak dapat disebut sebagai mafia tanah.

Isu atau narasi mengenai mafia tanah yang digunakan oleh pihak tertentu dengan tujuan terselubung dalam kasus sengketa pertanahan dalam beberapa waktu terakhir,

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News