Jaksa Agung Sebut Hal ini yang Bikin Sulit Penerapan Hukuman Mati untuk Koruptor
jpnn.com, JAKARTA - Jaksa Agung Burhanuddin mengakui tidak mudah penerapan sanksi hukuman mati terhadap pelaku tindak pidana korupsi.
Ada beberapa ganjalan dalam penerapan hukuman mati untuk koruptor. Salah satunya penolakan dari para aktivitas Hak Asasi Manusia (HAM).
Menurut Burhanuddin, aktivis HAM mendapat dukungan dari dunia internasional yang mendorong setiap negara untuk menghapus regulasi hukuman mati, dengan dalih jika hak hidup merupakan hak mutlak yang tidak dapat dicabut oleh siapapun kecuali oleh Tuhan.
"Penolakan para aktivis HAM ini tentunya tidak dapat kita terima begitu saja. Sepanjang konstitusi memberikan ruang yuridis dan kejahatan tersebut secara nyata sangat merugikan bangsa dan negara, maka tidak ada alasan bagi kita untuk tidak menerapakan hukuman mati," kata Burhanuddin dalam webinar yang digelar Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman, secara daring, Kamis.
Burhanuddin mengatakan perlu menyadari bahwa eksistensi 'hak asasi' haruslah bergandengan tangan dengan 'kewajiban asasi'.
Dengan kata lain, kata Burhanuddin, negara akan senantiasa melindung hak asasi setiap orang, namun di satu sisi orang tersebut juga memiliki kewajiban untuk menghormati hak orang lain.
Lebih lanjut ia menjelaskan, peletakan pola dasar hukum Pancasila dengan menekankan adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban merupakan sebuah keharusan agar tercipta tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
"Dalam Pasal 28 I ayat (1) UUD 1945, hak hidup adalah hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun," katanya.
Jaksa Agung Burhanuddin mengakui ada beberapa ganjalan dalam penerapan hukuman mati untuk koruptor.
- 4 Terdakwa ini Dituntut Hukuman Mati
- 3 Pembunuh Sadis di Ogan Komering Ulu Terancam Hukuman Mati
- 6 Terdakwa Kurir Narkoba di Sumut Dituntut Hukuman Mati
- 6 Kurir 45 Kg Sabu-Sabu Dituntut Hukuman Mati
- 166 WNI Terjerat Hukuman Mati di Luar Negeri, Begini Cara Pemerintah RI Bantu Mereka
- Pengurus Parpol Tak Bisa jadi Jaksa Agung Dinilai Tepat, Ini Sebabnya