Jangan Buka Ruang Dialog dan Negosiasi dengan Teroris

Jangan Buka Ruang Dialog dan Negosiasi dengan Teroris
Komarudin Watubun. Foto: Charlie Lopulua/Indopos/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Oleh: Anggota Komisi II DPR sekaligus Ketua Dewan Kehormatan DPP PDI Perjuangan Komarudin Watubun

 

Negara-negara seakan-akan rapuh mencegah dan mengatasi aksi teror. Riset empiris David C. Rapoport (2004: 47) tentang evolusi terorisme selama 130 tahun terakhir sejak abad 19 di Eropa menemukan empat gelombang terorisme modern sejak 1870-an di Rusia, Balkan dan Asia hingga serangan teror ke WTC dan Pentagon di Amerika Serikat (AS) pada 2001. Rata-rata inovasi pola teror berevolusi sekitar 40 tahun.

Gelombang pertama (anarchist wave) berawal dari lambannya proses demokratisasi Rusia. Gelombang kedua (anticolonial wave) bermula pada 1920-an, ketika faksi garis keras gerakan nasionalis melibatkan taktik teror dalam perjuangannya atau aspirasi nasionalis dengan taktik teror.

Gelombang ketiga (new left wave) yang masih tersisa di Nepal, Spanyol, Peru dan Kolombia.

Sementara itu, gelombang keempat (religious wave) bermula sejak akhir 1970-an.

Rusia meletakkan dasar konsep, doktrin, dan taktik teror modern seperti Sergei Nechaev (1971), Nicholas Mozorov (1880), Peter Kroporkin dan Serge Stepniak (1927).

Hal itu bertujuan merapuhkan tata pemerintahan melalui serial aksi teror terhadap

Negara-negara seakan-akan rapuh mencegah dan mengatasi aksi teror. Rata-rata inovasi pola teror berevolusi sekitar 40 tahun.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News