Jangan Buka Ruang Dialog dan Negosiasi dengan Teroris

Jangan Buka Ruang Dialog dan Negosiasi dengan Teroris
Komarudin Watubun. Foto: Charlie Lopulua/Indopos/JPNN

pertemuan-pertemuan masyarakat dan pembunuhan figur-figur pemerintah (Nechaev, 1971).

Instrumennya kadang pamflet dan leaflet untuk memicu polarisasi masyarakat dan

revolusi atau dinamit sebagai senjata yang menciptakan kekerasan, perang dan sanksi (The New York Times, 4 April 1878).

Teror adalah taktik sesuai targetnya yakni anarkhi menuju revolusi dan konteks politik dalam negeri.

Mantan Presiden AS Theodore Roosevelt merilis upaya awal global guna meredam terorisme.

“Anarchy is a crime against the whole human race, and all mankind should band together against the Anarchist,” (Richard B. Jensen, 2001: 19).

Sikap Presiden Roosevelt tersebut direspons oleh pendukung Anarkhis dengan

melahirkan gelombang kedua terorisme modern skala global di Irlandia, Cyprus, Israel atau Palestina, dan Aljazair (Menachem Begin, 1997).

Negara-negara seakan-akan rapuh mencegah dan mengatasi aksi teror. Rata-rata inovasi pola teror berevolusi sekitar 40 tahun.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News