Jenderal Baliho

Oleh: Dhimam Abror Djuraid

Jenderal Baliho
Ilustrasi tentara. Foto: dok/JPNN.com

Di lembaga eksekutif, tentara menempati posisi strategis, mulai dari menteri, dirjen, sampai ke jabatan-jabatan kepala daerah dan jajaran birokrasinya.

Tentara masuk ke struktur sipil sampai ke sumsumnya. Di level kabupaten-kota tentara mengawasi kehidupan sipil melalui komando distrik militer. Di level kecamatan, tentara mengawasi kehidupan sipil melalui komando rayon militer.

Bahkan di level desa pun tentara mengawasi kehidupan sipil melalui keberadaan bintara yang ditempatkan sebagai bintara pembina desa atau babinsa.

Bersamaan dengan kokohnya dominasi militer, kekuatan politik sipil dipereteli sampai tinggal tulang-tulangnya. Partai-partai politik, yang berpotensi menjadi oposisi, dipaksa untuk merger sesuai dengan bekas garis ideologinya.

Partai-partai nasionalis demerger menjadi Partai Demokrasi Indonesia (PDI), dan partai-partai berbasis Islam digabung dalam Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Basis ideologi yang menjadi dasar perjuangan politik dihapus dengan paksa. Semua kekuatan politik dan sosial harus dilandasi oleh satu asas tunggal yaitu Pancasila.

Struktur partai politik dibatasi hanya sampai pada level kabupaten-kota, dan tidak diperbolehkan masuk ke level desa.

Masyarakat desa yang jumlahnya masif harus disterilkan dari pengaruh politik, dan membiarkannya menjadi massa mengambang atau floating mass.

Netizen menyebut seharusnya seorang jenderal terjun ke pertempuran, bukan ke Petamburan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News