Jualan Suvenir Omzet Rp 286,7 Juta per Bulan, Wow!

Jualan Suvenir Omzet Rp 286,7 Juta per Bulan, Wow!
SUDAH TIGA TAHUN: Agus Sudrajat di toko suvenirnya di Tokyo. Toko itu jadi jujukan turis karena harga barangnya lebih murah daripada di toko lain. Foto: Narendra Prasetya/Jawa Pos

Mengapa Agus memutuskan untuk melepaskan pekerjaan yang menjanjikan itu? Ternyata, faktor anak yang membuatnya memutuskan untuk berwirausaha membuka toko suvenir.

”Karena saya punya anak cacat, sakitnya berat. Menurut dokter, nama sakitnya itu nomor 14,” ungkapnya.

Tominaga Eri, anak semata wayang Agus-Hiroko, sudah sakit sejak lahir. Eri yang kini berumur sembilan tahun tidak bisa makan, tidak bisa minum, tidak bisa bicara, dan jika tidur napasnya berhenti.

Saat dia lahir, dokter memvonis 99 persen sudah meninggal dunia. Karena sakitnya itulah, tubuh Eri kini dipasangi alat bantu yang memudahkannya untuk makan dan minum.

Saat Eri mulai bersekolah, Agus melihat istrinya yang alumnus Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung itu mulai kerepotan.

Karena itu, Agus mengalah dengan berhenti bekerja di luar rumah agar bisa membantu istrinya mengurusi Eri.

”Seperti tadi pagi, saya gendong Eri sampai pinggir jalan untuk menunggu bus sekolah yang menjemputnya. Begitu juga pulangnya,” ujar Agus.

Setelah keluar dari pekerjaan itulah, muncul gagasan dari kenshusei (pekerja magang dari Indonesia) yang berada di Tokyo agar Agus membuka usaha toko suvenir saja.

JPNN.com – Jika Anda sedang berlibur ke Tokyo, Jepang, mampirlah ke Japan Souvenir Shop (JSS) untuk membeli suvenir. Ditanggung Anda kerasan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News