Juhanda Eks Napi Terorisme, Pemerintah dan Ulama Harus Tingkatkan Sinergi

Juhanda Eks Napi Terorisme, Pemerintah dan Ulama Harus Tingkatkan Sinergi
Bom di Samarinda. Foto: Prokal/JPNN

Hal itu dinilainya sangat berbahaya dan berpotensi menimbulkan gejolak dan bentrokan sosial. Dia khawatir, kalau rencana aksi susulan itu kembali digelar, dampak dan ancaman ketertiban nasional akan semakin besar.

Untuk meredam kemungkinan terjadinya gejolak itu, Syaiful Bakhri mengungkapkan ada dua instrumen yang mesti dijalankan pemerintah.

Salah satunya adalah ketegasan pemerintah untuk bisa menunda pelaksanaan Pilkada DKI Jakarta.

Menurutnya, langkah itu itu adalah bagian antisipasi dari kemungkinan ancaman disintegrasi bangsa lebih besar, sebagai dampak dari kasus penistaan agama dalam Pilkada DKI Jakarta.

Seperti diketahui kasus penistaan agama memasuki babak baru, setelah Bareskrim Polri secara resmi menetapkan Ahok sebagai tersangka, Rabu (16/11), sehari setelah dilakukan gelar perkara secara terbuka.

Menurut Syaiful, setelah ini akan ada babak baru yaitu pengadilan. Dengan status tersangka itu, dikhawatirkan akan menimbulkan keguncangan pada Pilkada DKI Jakarta yang digelar 15 Februari 2017.

"Bisa saja ada partai pendukung yang tidak mau ambil risiko melanjutkan dukungan, setelah penetapan tersangka. Begitu juga bila yang bersangkutan menarik diri, maka akan ada sanksi pidana dan denda sesuai UU Pilkada. Keadaan ini bisa menimbulkan kekisruhan politik karena itu akan menyulitkan dalam melakukan persiapan calon yaitu kampanye," ungkapnya.

Dengan kondisi politik yang terus berkembang, sementara komunikasi terganggu, Syaiful memperkirakan kemungkinan terjadi kerusuhan cukup besar. Dengan begitu, sesuai undang-undang Pilkada bisa ditunda.

JAKARTA - Kasus teror bom molotov di Gereje Oikuneme, Samarinda, Minggu (13/11), kembali menggores kehidupan damai antara umat beragama di Indonesia.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News