Kalung dan Sepatu di Depan Pintu

Oleh Dahlan Iskan

Kalung dan Sepatu di Depan Pintu
Dahlan Iskan di antara tanaman quinoa di pegunungan Qinghai pada ketinggian 4.000 meter di atas permukaan laut. Foto: disway.id

Di Tiongkok orang selalu menyebutkan marga. Saat pertama berjumpa. Atau bertanya marganya apa.

Bila ingin tahu nama kenalan barunya. “Saya orang Hui,” kata Abu.

Dengan menyebut dirinya Hui, Abu ingin bicara dua. Sukunya Hui. Agamanya Islam.

Di Tiongkok suku Hui pasti beragama Islam. Orang Islam pasti dari suku Hui.

Memang ada suku lain yang mayoritas beragama Islam. Yakni suku Uighur. Di Provinsi Xinjiang. Tapi mereka menyebut diri bukan huaren –bukan orang Tionghoa.

Abu lantas membawa kami ke rumah lain. Ke penduduk suku Changzu. Juga minoritas. Di pegunungan yang sama tinggi dengan Jayawijaya itu.

Makanan yang disajikan juga sama: sapi bulu, kambing, ayam dan sedikit sayur. Tidak banyak jenis sayur yang bisa ditanam di situ.

Rumah ini sudah mirip tujuan wisata. Yang dijalankan oleh 11 bersaudara. Semuanya bisa menari. Tari Changzu.

Wanita Changzu boleh punya suami lebih dari satu. Anak-anak mereka tidak tahu yang mana ayahnya. Mereka juga tidak peduli. Tidak pernah mencari.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News