Kapolri: Ada Penggiringan Opini Rohingya ke Sentimen Agama di Indonesia

Kapolri: Ada Penggiringan Opini Rohingya ke Sentimen Agama di Indonesia
Kapolri Jenderal Tito Karnavian. Foto: dok.JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan ada upaya pembentukan opini tragedi Rohingya menjadi sentimen agama di Indonesia. Dia menyebutkan bahwa sentimen agama itu juga dikaitkan untuk menjatuhkan kredibilitas Presiden Joko Widodo.

"Ada Twitter analisis yang gunakan software namanya opinion analysist dari (akun) Fahmi apa siapa namanya. Dia melihat dengan software itu, dari Twitter yang berkembang tentang Rohingya dengan isu tertentu, pemerintah, presiden, Aung San Suu Kyi, ternyata sebagian besar banyak mengkaitkan masalah Rohingya dengan presiden," kata Tito di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (5/9).

Dia menyimpulkan bahwa ada pihak yang mengemas isu konflik Rohingya untuk membakar sentimen muslim di Indonesia. Tujuannya adalah menciptakan antipati kepada pemerintah.

"Gaya lama. Karena dulu ada isu pilgub untuk nyerang pemerintah. sekarang ada isu baru yang kira-kira bisa dipakai untuk goreng-goreng. Penelitian ini, software opinion analysist," terang Tito.

Seharusnya, menurut Tito, isu konflik Rohingya harus dikelola agar membangkitkan sisi kemanusian guna membantu korban. Namun yang terjadi, isu yang dilempar lebih mengajak kelompok muslim agar berantipati kepada pemerintah, khususnya presiden.

Hal tersebut pun terbukti dengan adanya wacana Aksi Bela Rohingya yang akan digelar di Candi Borobudur, Magelang. Padahal, situs tersebut merupakan warisan dunia yang dewasanya dijaga semua orang.

"Masyarakat saya minta lebih waspada. Dari hasil penelitian bahwa isu ini lebih banyak dikemas untuk digoreng menyerang pemerintah. Dianggap lemah. Padahal pemerintah sudah lakukan langkah yang pas," kata dia.

Lebih lanjut kata Tito, Presiden Jokowi bahkan sudah mengeluarkan pernyataan yang mengecam aksi genosida di Myanmar. Bukan hanya itu, presiden juga mengutus Menteri Luar Negeri Retno Marsudi untuk menemui pimpinan Perserikatan Bangsa-bangsa dan Presiden Myanmar Aung San Suu Kyi agar menghentikan intimidasi di sana.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News