Karya Kepuasan Intelektual Doktor Gerabah Timbul Raharjo, Harganya Rp 100 Juta

Karya Kepuasan Intelektual Doktor Gerabah Timbul Raharjo, Harganya Rp 100 Juta
Timbul Raharjo. Foto: Maruti Asmaul Husna Subagio/Jawa Pos

Itu terjadi setelah Bruce High, seorang importer dari Kanada, tertarik pada karya-karya Timbul. Dia kemudian mengajak rekan importer dari Australia dan Eropa untuk turut membeli karya ayah dua anak tersebut.

Alhasil, pada 2000 Timbul berhasil menjual 15 kontainer kerajinan karyanya setiap bulan. Satu kontainer berisi sekitar seratus gerabah. Namun, seiring krisis global, penjualannya menurun. Akhirnya, mulai 2009 sampai saat ini dia hanya bisa mengekspor 2–3 kontainer per bulan. 

Usaha yang Timbul lakukan untuk melariskan karya-karyanya tak berhenti pada kegiatan dagang. Dia juga terus mengasah skill dan menambah wawasan. Selain menjadi dosen di ISI, Timbul aktif di berbagai organisasi. Di antaranya, menjadi ketua Dewan Kesenian Bantul, ketua Koperasi Kasongan, serta ketua Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) Komda Jogjakarta.

Karya-karyanya pun rajin ditampilkan dalam pameran kerajinan internasional. Misalnya, pameran di Jerman pada 2005 dan 2007, di Portugal pada 2009, di Jordania 2012, dan Amerika Serikat setahun kemudian. Buyer dari negara-negara seperti Australia, Amerika Serikat, Kanada, Korea Selatan, dan beberapa negara Eropa serta Karibia pernah menjadi pelanggannya.

Pada 2005 Timbul memperbaiki manajemen perusahaannya, termasuk sistem perpajakannya. Alhasil, pada 2007 penghargaan Upakarti dari presiden Indonesia diraih pria yang kini memiliki sekitar 70 karyawan itu.

Di tengah berbagai kesibukan tersebut, Timbul juga masih sempat melahirkan empat buku. Yaitu, Historitas Seni Gerabah Kasongan (2008), Globalisasi Seni Gerabah Kasongan (2009), Bisnis Seni Kerajinan (2010), serta Seni Kriya dan Kerajinan (2011).

Buku-buku itu ditulis bersamaan dengan peningkatan jenjang pendidikan yang dia jalani. Timbul mengaku selalu haus menimba ilmu. Dia menamatkan S-2 di bidang pengkajian seni kerajinan dan S-3 di bidang pengkajian seni keramik. Keduanya dijalani di Universitas Gadjah Mada (UGM).

”Saya punya dua otak yang kerja bersamaan. Sehari bisa mengatur 4–5 persoalan,” ungkap suami Ani Faiqoh tersebut.

DESA Kasongan tak ubahnya sebuah etalase tanpa ujung. Di tiap halaman rumah warga di kanan-kiri jalan, berbagai produk gerabah dengan beragam ukuran

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News