Kasus Kematian Bayi Debora Pelajaran bagi Pemerintah

Kasus Kematian Bayi Debora Pelajaran bagi Pemerintah
Said Iqbal (tengah). Foto: dok.Jawapos.com

Menurut Iqbal, dengan dicabutnya sistem ini, RS Swasta tidak akan enggan lagi menjadi mitra BPJS. ”Jadi tidak ada lagi ceritanya pasien JKN/KIS atau bahkan buruh ditolak,” kata anggota organisasi buruh dunia ILO ini.

Jika pemerintah tidak segera berubah, bukan tidak mungkin kasus seperti Debora ini akan terus terulang.

Apalagi mayoritas RS Swasta terutama Type A (seperti RS Mitra Keluarga Kalideres) ini bukan jaringan pelayanan BPJS Kesehatan. Sehingga masyarakat atau buruh yang berpenghasilan rendah tidak akan dilayani kalau tidak sanggup membayar sesuai aturan Rumah Sakit tersebut.

”Lain halnya kalau RS Mitra Keluarga menjadi jaringan pelayanan BPJS Kesehatan,” Kata Iqbal.

Iqbal menyebut, murahnya pembayaran terhadap faskes seringkali membuat peserta BPJS Kesehatan mendapat diskriminasi dan harus mengantri.

Hal ini terlihat di banyak klinik dan Rumah Sakit mitra BPJS Kesehatan. Bahkan operasi, cuci darah, PICU, dokter spesialis, semua mengantre.

”Pasien harus mengambil nomor urut jam 2 pagi, baru dilayani jam 2 siang. Bahkan kalau mau operasi menunggu 2 minggu hingga 1 bulan untuk menunggu giliran. Semua ini penyebannya adalah INA CBGs,” pungkasnya. (tau)

 


Kasus kematian Bayi Debora harus dijadikan momentum untuk mencabut sistem INA CBGs dan menggantinya dengan sistem pembiayaan pelayanan secara terukur.


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News