Kekerasan Fisik Lelaki Bisa Dilatarbelakangi Hal ini

Kekerasan Fisik Lelaki Bisa Dilatarbelakangi Hal ini
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Foto ilustrasi: dok.JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Kekerasan fisik lelaki bisa dilatarbelakangi karena kekerasan verbal perempuan. Sayangnya, masyarakat hanya menilai pada satu sisi bahwa perempuan adalah korbannya. Sedangkan penyebabnya tidak menjadi bahan pertimbangan.

"Anggaplah lelaki melakukan kekerasan fisik tapi seberapa besar kemungkinan lelaki bangun tidur lalu tak ada angin tak ada hujan langsung menempeleng isteri, kecuali jika si suami mabuk atau tidak waras. Sayangnya, kebanyakan masyarakat acap tidak cukup jauh berpikir bahwa kekerasan fisik lelaki bisa dilatarbelakangi oleh kekerasan verbal perempuan," tutur Psikolog Forensik Reza Indragiri Amriel, Sabtu (16/12).

Dia menambahkan, fasilitas rumah aman bagi para suami yang menjadi korban KDRT, untuk menemukannya laksana mencari jarum di tengah tumpukan jerami.

Dalam kondisi seperti itu, bisakah terdakwa lelaki yang menghabisi pasangannya menggunakan 'battered man/husband syndrome' sebagai pembelaan diri di persidangan?

"Semestinya bisa saja. Toh hukum katanya tidak diskriminatif. Toh ada kesetaraan antara Hawa dan Adam. Perempuan bisa tersakiti, lelaki juga bisa terzalimi," sergahnya.

Reza kemudian membeberkan fakta pada 1993, dari yang semula dikenakan dakwaan melakukan pembunuhan berencana, Moosa Hanoukai dijatuhi hukuman hanya empat tahun penjara karena berhasil meyakinkan para juri bahwa dia 'sebatas' menganiaya namun mengakibatkan istrinya meninggal dunia.

Moosa, di persidangan, membela diri dengan membuktikan bahwa dia disiksa selama bertahun-tahun oleh isterinya.

Pada puncak kekalapannya, Moosa kehilangan kendali diri lalu memukul isterinya bertubi-tubi. Juri menarik simpulan dengan tetap meyakini bahwa kekerasan Manijeh, isteri Moosa, tergolong serius betapa pun kekerasan yang dia lakukan terhadap Moosa tidak bersifat fisik melainkan serangan verbal dan perlakuan yang merendahkan martabat manusia suami.

Sayangnya, masyarakat hanya menilai pada satu sisi bahwa perempuan adalah korbannya. Sedangkan penyebabnya tidak menjadi bahan pertimbangan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News