Suami Bisa Jadi Korban KDRT Atas Kekejaman Istri

Suami Bisa Jadi Korban KDRT Atas Kekejaman Istri
Foto korban bersama suaminya (pelaku) yang diunggah dalam akun Facebook milik korban. Foto: Istimewa

jpnn.com, JAKARTA - Seorang istri dihabisi lalu dimutilasi suaminya di Karawang. Tak berhenti di situ, potongan tubuh si isteri dibuang dan dibakar.

Peristiwa sadis itu konon didahului perang mulut yang membuat suami sakit hati.

Kasus ini menurut Psikolog Forensik Reza Indragiri Amriel, harus ditelaah jauh mengapa suami bisa setega itu pada istrinya.

"Memang, setiap pelaku pembunuhan, siapa pun dia, harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum. Namun coba dibandingkan bila pelaku kejahatannya adalah istri," kata Reza kepada JPNN, Jumat (15/12).

Reza menjelaskan, sisi nyata dalam sekian banyak persidangan pembunuhan dengan perempuan atau istri sebagai terdakwanya, terdakwa perempuan menggunakan "battered woman/wife syndrome" sebagai pembelaan diri.

Para terdakwa tersebut mengaku telah mengalami penghinaan, penistaan, dan penganiayaan lahiriah yang amat sangat buruk dari pasangan, sampai-sampai mereka tidak lagi mampu berpikir secara rasional.

Dalam kondisi sedemikian terpuruk, ketika akal sehat jerih, tiba-tiba muncul dorongan nekad untuk keluar dari situasi pedih itu dengan cara menghabisi pasangan.

"Hakim bisa menjatuhkan vonis tak bersalah atau meringankan hukuman atas diri terdakwa, apabila sang pengadil teryakinkan bahwa terdakwa betul-betul menderita battered woman/wife syndrome. Itu nasib mujur terdakwa perempuan!," tegasnya

Suami bisa menjadi korban kekerasan KDRT meski lebih seringnya menjadi pelaku kekerasan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News