Kementan Rangsang Pengembangan Budidaya Si Beneng, Talas Asal Banten

Kementan Rangsang Pengembangan Budidaya Si Beneng, Talas Asal Banten
Si Beneng, talas jumbo asal Banten. Foto; Kementan

jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Pertanian (Kementan) hingga saat ini masih konsisten mendorong pengembangan budidaya talas (colocasia esculentum) sebagai bahan baku ekspor. Pasar ekspor talas yang masih terbuka lebar, menjadi alasan utama pemerintah bersemangat kembangkan budidaya talas, salah satunya ‘Si Beneng’ talas asal Banten.

Kepala Subdirektorat Ubikayu dan Aneka Umbi Lainnya Cornelia mengatakan, talas merupakan komoditas pangan alternatif yang mulai populer dikembangkan di Indonesia, karena memiliki nilai dan prospek ekonomi yang cukup bagus, khususnya sebagai bahan pangan dan komoditas ekspor ke Negara Jepang. Pangsa pasar talas di Jepang masih terbuka lebar karena semakin menyempitnya lahan pertanian di Jepang.

“Dari luas lahannya itu, Jepang hanya bisa memenuhi 250 ribu ton per tahun, atau 65,7 persen dari total kebutuhan per tahun sebesar 380 ribu ton. Ini sebenarnya peluang kita untuk mengembangkan talas yang beorientasi ekspor. Kami dorong terus petani agar mulai meningkatkan nilai tambah talas,” demikian kata Cornelia di Jakarta, Jumat (27/9).

Perlu diketahui, jenis umbi-umbian ini memiliki sebutan lain di setiap daerah, di antaranya Empeu (Aceh), Bete (Manado dan Ternate), Paco (Makassar) dan Kaladi (Ambon). Berbeda dengan talas pada umumnya, Talas Beneng asal Pandeglang, Banten, ini memiliki ukuran yang lebih jumbo dari talas biasa, dengan tinggi tanaman yang dapat mencapai lebih dari 2 meter. Tanaman dengan nama latin Xantoshoma undipes K. Koch ini baru mulai dikenal banyak orang sejak tahun 2008.

Satibi, selaku Ketua Kelompok Tani Sido Muncul 3 yang merupakan salah satu pembudidaya ‘Si Beneng’ menyatakan menanam umbi talas ini tidaklah rumit dan lebih menguntungkan. Ia biasa nanam Si Beneng ini di bawah tanaman lain dan di lereng bukit dan petani biasanya juga setelah nanam, ya ditinggal saja untuk urus tanaman yang lain karena Si Beneng ini juga tidak terpengaruh curah hujan yang sudah jarang seperti sekarang ini.

“Perbedaan Si Beneng dengan talas lainnya adalah umbi batang yang dipanen berukuran panjang dan besar serta berada diatas permukaan tanah, sedangkan pada talas biasa, umbi batang yang dipanen adalah umbi yang terpendam di dalam tanah,” katanya.

Dudi Supriyadi selaku Penyuluh di Kabupaten Pandeglang Banten menjelaskan panjang umbi Si Beneng yang siap dipanen bisa mencapai 1,2 sampai 1,5 meter dan bobotnya sekitar 35 hingga 45 kg jika dipanen saat berumur 2 tahun. Namun biasanya petani di Banten memanen saat umur 6 hingga 8 bulan. Setelah umbi dipanen biasanya kelompok wanita tani (KWT) dan UMKM sekitar yang akan mengolah umbi tersebut untuk meningkatkan nilai tambah Si Beneng.

“Si Beneng ini banyak dibudidayakan di Kecamatan Karang tanjung, Pandeglang, Majasari, Kadu Hejo, Mandalawangi, Saketi, Menes, Pulosari , Jiput, Carita, Cisata, dan Cadasari Kabupaten Pandeglang Banten. Hingga saat ini budidaya Si Beneng masih terus dimaksimalkan karena melihat potensi dan permintaan pasar”, jelas Dudi yang juga dikenal sebagai penggiat Talas Beneng.

Kementan masih konsisten mendorong pengembangan budidaya talas (colocasia esculentum) sebagai bahan baku ekspor.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News