Kementan Tantang Akademisi Genjot Daya Saing Ternak Lokal

Kementan Tantang Akademisi Genjot Daya Saing Ternak Lokal
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH) Kementerian Pertanian I Ketut Diarmita pada Seminar Nasional Pengembangan Peternakan Berkelanjutan ke-9 di Unpad, Jatinangor, Rabu (15/11). Foto: Kementan

jpnn.com, JAKARTA - Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH) Kementerian Pertanian (Kementan) I Ketut Diarmita menantang civitas akademika untuk terus berinovasi guna meningkatkan daya saing pengembangan peternakan. Tujuannya demi meningkatkan nilai tambah dan daya saing Sumber Daya Genetik (SDG) ternak lokal di Indonesia sehingga populasinya melimpah dan bisa menurunkan angka impor.

Ketut mengatakan, Indonesia merupakan negara kedua yang memiliki kekayaan keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Namun, Indonesia juga dikenal sebagai negara yang memiliki daftar panjang tentang fauna yang terancam punah.

Menurut International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN)  Red List, fauna Indonesia dengan kategori kritis (critically endangered) ada 115 spesies. Sedangkan yang masuk kategori endangered ada 74 spesies, sementara 204 spesies masuk kategori rentan (vulnerable).

“Dari fakta ini, penting dilakukan pengelolaan SDG hewan secara nasional yang dimaksudkan untuk perlindungan kearifan lokal dan pengetahuan tradisional, serta hak kekayaan intelektual yang berkaitan dengan pemanfaatan,” ujar Ketut di Jakarta, Kamis (16/11).

Ketut menuturkan, hal tersebut telah disampaikan pada Seminar Nasional Pengembangan Peternakan Berkelanjutan ke-9 yang dihadiri oleh civitas akademika di Bale Sawala Universitas Padjajaran Jatinangor, Rabu (15/11). Karena itu, tantangan tersebut ditujukan juga kepada Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran (Unpad) untuk mampu secara terus-menerus melakukan inovasi yang dapat menghasilkan teknologi dan bioteknologi yang andal agar sumber daya genetik ternak lokal dapat berkiprah dan berdaya saing ke depannya.

“Sejauh ini bioteknologi yang sedang dikembangkan dalam bidang peternakan adalah bioteknologi reproduksi yaitu inseminasi buatan, embrio transfer dan pemuliaan bibit, bioteknologi pakan dan kesehatan hewan,” jelasnya.

Lebih lanjut Ketut mengungkapkan, sampai saat ini beberapa wilayah sumber bibit ternak telah terbentuk rumpun atau galur ternak yang mempunyai keunggulan tertentu. Dalam kurun waktu tahun 2010 hingga 2017, pemerintah telah menetapkan 71 rumpun atau galur ternak yang sudah terdaftar di FAO.

“Misalnya 13 rumpun sapi, sebelas rumpun kerbau, delapan rumpun kambing, sepulug rumpun domba, empar rumpun kuda, sepuluh rumpun ayam, 13 rumpun itik, satu rumpun rusa dan satu rumpun anjing,” ungkapnya.

Kementerian Pertanian menantang civitas akademika agar terus berinovasi guna meningkatkan daya saing pengembangan peternakan dengan mendongkrak populasi ternak.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News