Kenikmatan Kecil di Masupa Ria, Desa Lumbung Emas

Kenikmatan Kecil di Masupa Ria, Desa Lumbung Emas
Mukni, menunjukkan PLTA hasil buatan sendiri, yang membantu warga Desa Masupa Ria mendapat aliran listrik, beberapa waktu lalu. Foto: AGUS PRAMONO/KALTENG POS/JPNN.com

Dengan kondisi seperti itu, tak heran harga berbagai barang di Masupa Ria sangat mahal. Harga semen satu sak bisa mencapai Rp 500 ribu. Beras juga begitu. Seharga Rp 500 ribu untuk 25 kilogram. ”Sekarang harganya sedikit menurun. Sekitar Rp 400 ribu saja,” ujar Kepala Desa Masupa Ria Mukni.

Di saat harga-harga barang kebutuhan demikian tinggi, harga emas justru sebaliknya. Pengepul yang menentukan. Harga termahal sekitar Rp 400 ribu per gram.

Dalam seminggu, terang Mukni, seorang penambang bisa menghasilkan rata-rata 5 gram emas. Jika beruntung bisa sampai 10 gram. Bergantung kesungguhan mereka bekerja dan kemujuran nasib.

Pada periode 1990–2005, jumlah penambang emas lebih dari 1.000 orang. Tapi, berangsur-angsur pergi. Penyebabnya kompleks. Mulai hasil emas yang tak seimbang dengan kebutuhan sehari-hari sampai sulitnya mendapat pasokan makanan.

Banyak hasil kebun seperti cokelat, petai, jengkol, durian, cempedak, dan rambutan yang juga membusuk di pohon. Tidak bisa dijual ke luar desa. Karena mahal ongkos transportasinya.

Kondisi pendidikannya pun tak kalah memprihatinkan. Hanya ada satu sekolah, SDN 1 Masupa, yang dibangun pada 1997 dan tak pernah direnovasi.

Bangku-bangkunya lawas. Di salah satu sampul buku pelajaran yang dipegang salah seorang murid tertulis ”KTSP 2006”.

”Kalau hujan, terpaksa kami liburkan. Kasihan murid-murid tidak konsentrasi belajar gara-gara air menetes deras dari atap,” ucap Reni Masriah Sari, salah seorang guru honorer.

Masupa Ria selama ini dikenal sebagai desa lumbung emas di Kalimantan Selatan, namun kondisinya masih tertinggal dibanding desa lainnya.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News