Kepala BKN: Sebetulnya Honorer K2 Ini Kompetensinya Parah

Kepala BKN: Sebetulnya Honorer K2 Ini Kompetensinya Parah
Kepala BKN Bima Haria Wibisana menjelaskan soal honorer K2 tak mencapai passing grade PPPK. Ilustrasi Foto: dok.JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana menjelaskan sejumlah alasan masalah honorer K2 sampai sekarang belum tuntas diselesaikan. Hal ini berbeda dengan bidan desa PTT.

Sekira 42 ribuan bidan desa PTT secara bertahap akhirnya bisa diselesaikan. Yang berusia 35 tahun ke bawah diangkat CPNS di 2018. Sedangkan usia 35 tahun ke atas diangkat menjadi CPNS dengan payung hukum Keppres yang dikeluarkan pada 2019.

"Ya beda kasus honorer K2 dengan bidan desa PTT. Mereka penggajiannya lewat APBN/APBD jadi lebih mudah diselesaikan. Selain itu dari 42 ribuan bidan itu, lebih dari 60 persen adalah golongan muda," terang Bima kepada JPNN.com, Kamis (3/10).

Kondisi ini berbanding terbalik dengan honorer K2. Dari 439 ribuan honorer K2 yang tersisa, mayoritas berusia di atas 35 tahun. Mereka juga menempati jabatan teknis administrasi.

Dia mengungkapkan, kompetensi rerata honorer K2 sangat rendah. Indikatornya dilihat saat tes CPNS 2018, passing grade yang diberikan sudah di level bawah. Namun, dari 13 ribuan yang ikut, hanya 8 ribuan lulus tes CPNS.

Begitu juga saat tes PPPK tahap I, dari kuota yang disiapkan 75 ribu hanya terisi 50 ribuan. Walaupun pelamarnya banyak, tapi yang lulus 75 persen. Padahal lagi-lagi tingkat kesulitan soalnya sangat rendah.

"Sebetulnya honorer K2 ini kompetensinya parah. Berkali-kali diberi kesempatan tetap enggak bisa juga," ucap Bima.

Parahnya, diduga sebagian honorer K2 masuknya penuh dengan KKN. Mereka dimasukkan dalam birokrasi karena untuk kepentingan politik.

Kepala BKN Bima Haria Wibisana membandingkan tenaga Honorer K2 dengan bidan desa PTT yang sudah diangkat menjadi PNS.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News