Kerisauan M. Haitami, sang Penjaga Tradisi Ukiran Dayak di Kalimantan Tengah
Separuh Hidup untuk Jaga Heart of Borneo
Seperti tradisi Dayak yang terus tergerus zaman, tubuh Haitami juga mulai lemah. Beberapa kali dia menyambangi rumah sakit. Kekuatannya untuk memahat tidak seperti dulu lagi. Dia pun menyiapkan sang anak, Mufti, untuk meneruskan tradisi itu yang dibantu meruai atau saudara ipar. Haitami kini lebih banyak mendesain sekaligus melukis khazanah kultur Dayak yang diyakini mencapai 500 item.
Satu impian Haitami yang tak jua bergayung sambut dengan pemda, dia ingin lebih banyak Haitami baru lahir dari tangannya. ’’Saya sudah katakan ke dinas pariwisata, bantu saya untuk menyiapkan mobil dilengkapi alat-alat memahat, lantas bawa saya ke pedalaman untuk mengajari mereka di sana. Gratis. Tak perlu mereka yang jauh-jauh belajar ke sini. Apalagi di sana banyak bahannya seperti bonggol-bonggol ulin itu.’’
Namun, obsesi tersebut tidak kunjung kesampaian. Padahal, umur Haitami terus berjalan. Kontrak hidupnya di dunia bakal habis seiring berjalannya waktu. Semoga Pemprov Kalimantan Tengah maupun Pemkab Kotawaringin Timur belum terlambat untuk segera menyadari dan menghargai sang penjaga tradisi pahatan Dayak tersebut. (*/c5/ari)
’Kalau memang pemerintah daerah tidak mau membantu, biar saya bakar saja semua kerajinan serta alatnya. Biarlah riwayat Baniang terkubur selamanya.’’
Redaktur & Reporter : Tim Redaksi
- Ninis Kesuma Adriani, Srikandi BUMN Inspiratif di Balik Ketahanan Pangan Nasional
- Dulu Penerjemah Bahasa, kini Jadi Pengusaha Berkat PTFI
- Mengintip Pasar Apung di KCBN Muaro Jambi, Perempuan Pelaku Utama, Mayoritas Sarjana
- Tony Wenas, Antara Misi di Freeport dan Jiwa Rock
- Hujan & Petir Tak Patahkan Semangat Polri Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Wilayah Terluar Dumai
- Tentang Nusakambangan, Pulau yang Diusulkan Ganjar Jadi Pembuangan Koruptor