Kertas Mati

Oleh: Dahlan Iskan

Kertas Mati
Dahlan Iskan (Disway). Foto: Ricardo/JPNN.com

Harga kertas impor juga naik terus., apalagi kalau impor kertas terhambat. Maka saya berharap ada pabrik kertas di dalam negeri yang memproduksi kertas koran.

Setelah gagal ke Surya Kertas saya ke pabrik kertas lain: juga tidak mau. Bingung. Kepepet.

Maka saya terpaksa memutuskan Jawa Pos mendirikan pabrik kertas koran sendiri.

Saya keliling Jerman, Austria, Italia, Swiss, dan Prancis. Lebih 20 pabrik kertas saya kunjungi. Yang baru maupun yang sudah berumur 100 tahun.

Ketika ke Prancis, saya tidak pernah ke Paris, Lyon, maupun Lille. Saya dari desa ke desa. Termasuk sampai ke sepelosok Grenoble. Atau Normande. Tidak ada pabrik kertas yang di kota.

Saya agak riya' sedikit, juga keliling Tiongkok. Dan Taiwan. Sekolah. Sekolah. Sekolah. Sekolah kertas. Ini mata pelajaran baru sama sekali bagi saya: bagaimana membuat kertas.

Pikiran saya pun melambung tinggi. Jumlah koran terus bertambah. Pemakaian kertas naik terus. Kalau sudah punya pabrik kertas sendiri tidak akan pusing lagi.

Ternyata salah. Membuat pabrik kertas ternyata lebih sulit daripada membuat berita. Gambaran tidak pusing lagi ternyata keliru.

Penolakan itu telah memaksa saya maju: mendirikan pabrik kertas. Mbak Tutut yang meresmikannya. Bersama Jenderal Hartono.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News