Kerugian Negara Belum Tentu Masuk Ranah Pidana

Kerugian Negara Belum Tentu Masuk Ranah Pidana
Kerugian Negara Belum Tentu Masuk Ranah Pidana
JAKARTA - Kubu terdakwa perkara korupsi proyek bioremediasi PT Chevron Pacific Indonesia (CPI),  Ricksy Prematuri, menghadirkan dua saksi meringankan pada persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (15/4). Pada persidangan yang dipimpin Ketua Majelis Hakim, Dharmawati Ningsih itu, kubu Ricksy menghadirkan ahli hukum pidana Universitas Gadjah Mada (UGM), Eddy OS Hiariej dan   Supervisor Lapangan Pematang dari PT Green Planet Indonesia (GPI), Welman Afero Simbolon.

Mengawali persidangan, penasihat hukum Ricksy, Nadjib Aligismar, langsung bertanya seputar hukum pidana kepada Eddy, terkait jerat  pasal 2, pasal 3 Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Indak Pidana Korupsi dan juga UU Lingkungan Hidup yang sama-sama lex spesialis. Menurut Eddy, dalam ketentuan hukum pidana dikenal asas lex specialis derogat lex generalis, atau UU yang berlaku khusus mengesampingkan UU yang berlaku umum.

Guru besar ilmu hukum di UGM itu menegaskan, jika dua UU khusus sama-sama dibenturkan maka dalam teori ilmu hukum dikenal istilah lex specialis sistematis, atau kekhususan yang disistematiskan. Karenanya jika UU antikorupsi dibenturkan dengan UU Lingkungan Hidup, maka harus dilihat faktor yang lebih dominan. "Akan dilihat fakta dominan dalam perkara itu apa," kata Eddy di hadapan majelis hakim.

Menurutnya, jika UU Lingkungan Hidup ditempatkan sebagai ultimum remidium, meka yang didahulukan adalah sanki administasi, perdata, baru pidana. "Apabila yang dominan fakta lingkungan hidup maka yang digunakan adalah UU lingkungan hidup," paparnya.

JAKARTA - Kubu terdakwa perkara korupsi proyek bioremediasi PT Chevron Pacific Indonesia (CPI),  Ricksy Prematuri, menghadirkan dua saksi meringankan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News