Ketua Komisi I DPR: Seret Semua Pembantai Muslim Rohingya ke Mahkamah Internasional

Ketua Komisi I DPR: Seret Semua Pembantai Muslim Rohingya ke Mahkamah Internasional
Ketua Komisi I DPR RI Abdul Kharis Almasyhari. FOTO: Dok. Fraksi PKS DPR

jpnn.com, JAKARTA - Pembantaian etnis Rohingya di Negara Bagian Rakhine, Myanmar, terus menuai kecaman dari banyak kalangan, salah satunya Ketua Komisi I DPR DR. H. Abdul Kharis Almasyhari.

Dia menyatakan keprihatinannya atas kondisi etinis Rohingya yang terus memburuk. Ribuan warga Rohingya mengungsi ke Bangladesh. Ratusan korban tewas.

“Kita harus menginvestigasi kritis pembantaian sistematis/genosida pemerintah Myanmar terhadap muslim Rohingya sebagaimana diduga oleh PBB, termasuk ragam pemerkosaan wanita Rohingya yang sedang hamil. Serta pembiaran 80 ribu lebih anak-anak yang menderita kelaparan di daerah termiskin Myanmar tersebut,” ujar Abdul Kharis.

“Krisis ini aib bagi para tokoh dan negara-negara ASEAN, saya minta seret semua pembantai Muslim Rohingya, Biksu maupun militer ke Mahkamah Internasional!!!, hentikan pembunuhan dan pembantaian keji itu," tegas Kharis dalam keterangan tertulisnya.

Yang memprihatinkan, Kharis melihat respon dari negara-negara tetangga, termasuk negara-negara ASEAN maupun negara-negara mayoritas Muslim.

“Jangan sampai seperti sedang melakukan “pingpong maritim” dengan tujuan mencegah para pengungsi mendarat dan didorong ke negara lain. Kita mengapresiasi para nelayan Aceh yang kerap memandu para pengungsi ke pantai. Begitupula lembaga-lembaga kemanusiaan yang merespon peristiwa ini dengan cepat. Sebagian bahkan sudah terlibat dalam membantu pengungsi Rohingya jauh sebelum peristiwa terakhir ini," terang Kharis.

Para “manusia perahu” Rohingya ini bukan sesuatu yang tiba-tiba. Gelombang eksodus yang terbaru dimulai sejak Mei 2012, sejak meletusnya konflik di wilayah Rakhine atau Arakan yang menjadikan kelompok minoritas Rohingya sebagai sasaran kekerasan.

Menurut laporan dari Human Rights Watch, aparat pemerintah Myanmar yang seharusnya memulihkan keadaan justru ikut terlibat dalam konflik tersebut (Human Rights Watch, 2012).

Persekusi terhadap orang-orang Rohingya di Myanmar telah dimulai sejak lama. Tahun 1950-an sampai 1960-an, etnis Rohingya diakui sebagai bagian dari Myanmar.

Pada tahun 1970-an pemerintah melakukan berbagai operasi militer dan berbagai mekanisme diskriminatif untuk membatasi mobilitas dan pertumbuhan orang-orang Rohingya.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News