Kiat Membangun Komunikasi Positif dengan Remaja

Kiat Membangun Komunikasi Positif dengan Remaja
Remaja. Foto: Pixabay

Pada remaja, bagian otak ini masih dalam proses perkembangan sehingga belum berfungsi dengan maksimal. Proses ini akan berlangsung hingga individu mencapai usia 20-25 tahun. Selama bagian ini belum berfungsi ideal, perilaku remaja akan lebih banyak dipengaruhi oleh emosi.

Berikut ini beberapa tips yang bisa dilakukan untuk membangun komunikasi yang positif dengan anak remajanya, terutama dalam situasi dan kondisi ketika anak berperilaku tidak menyenangkan atau tidak diharapkan orang tua.

Cara ini bisa dilakukan dengan duduk berdekatan dan sejajar dengan anak, tatap mata atau wajahnya, dengarkan tanpa menyela, tahan nasehat, dan tangkap emosi yang terlihat atau terdengar dari anak. Lalu tunjukkan bahwa kita memahami emosi yang anak rasakan. Dengan demikian anak akan merasa diterima dan dihargai emosinya. Anak yang merasa dihargai akan lebih mudah didekati dan diarahkan nantinya.

Saat menghadapi perilaku anak yang membuat kesal atau emosi, hindari “You message” atau kalimat dengan subjek Kamu”, diikuti dengan kata-kata yang menggeneralisasi misalnya, Kamu tuh ya, gak pernah mau dengar kata Ibu!” atau Kamu selalu saja mengulangi kesalahan!” Kata-kata seperti ini, bisa membuat anak merasa diserang dan tidak diberikan kesempatan untuk menunjukkan perubahan, yang pada akhirnya membuat mereka jadi malas untuk berubah.

Cobalah untuk menggunakan “I message yang diawali dengan “Saya (orangtua) + Perasaan Saya (utarakan perasaan Anda) + Perilaku Anak”, misalnya, Ibu sedih, kamu tidak mau mendengarkan kata-kata Ibu! atau Ayah kecewa kamu mengulangi lagi kesalahan yang sama!”

Nah, cara ini bisa diterima lebih baik oleh anak karena membuat mereka jadi tahu apa yang dirasakan oleh orangtuanya atau orang lain, sehingga mereka lebih terbuka, mudah untuk diajak bicara, diskusi, dan bekerjasama.

Ketika berada dalam situasi atau kondisi yang memicu emosi, orangtua juga perlu melakukan beberapa cara sederhana seperti pernafasan kotak (tarik dan buang nafas perlahan sambil membayangkan membuat bentuk kotak), orientasi panca indera (fokus pada apa yang Anda lihat atau dengar saat ini dan seterusnya), atau coba pertemukan ujung jari tangan kanan dengan kiri lalu rasakan denyutan di setiap ujung jari. Lakukan berulang, hingga emosi atau rasa tidak nyaman dalam diri terus berkurang dan hilang.

Dengan cara ini, kita dapat menenangkan emosi kita sendiri, sehingga kita dapat berpikir lebih jernih, dan bisa melakukan pendekatan yang lebih baik kepada anak.

Orang tua memiliki andil besar ketika anak-anak mulai memasuki masa remaja agar anak tidak mudah terjerumus ke hal atau tindakan yang tidak diinginkan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News