Kisah Bang Buyung: Dilarang Masuk untuk Anjing dan Pribumi
jpnn.com - KEPERGIAN Adnan Buyung Nasution meninggalkan luka mendalam bagi banyak orang. Termasuk buat pelaku hukum Indonesia seperti Lembaga Bantuan Hukum (LBH).
Bang Buyung, begitu dia biasa disapa, meninggalkan warisan krusial dalam sejarah hukum Indonesia, yakni mendirikan Lembaga Bantuan Hukum di Jakarta 45 tahun silam, 28 Oktober 1970.
Mengutip sebuah rilis dari LBH, Rabu (23/9), Bang Buyung dianggap sebagai lokomotif hukum di negara ini.
Alkisah, pada tahun 1950-an, Buyung mengalami peristiwa diskriminasi sebagai inlander (orang Indonesia) di gedung Societet de Harmonie (sekarang gedung Sekretariat Negara RI) yang hanya dibuka untuk orang Belanda, buat hura-hura.
Saat itu ia melihat plang besar bertuliskan Verboden voor Honden en Inlanders yang artinya 'Dilarang masuk untuk anjing dan orang pribumi'. Orang Indonesia disamakan anjing.....
Ayahnya lalu berpesan agar Buyung memperjuangkan hak dan martabat bangsa.
Pada tahun 1960, Buyung menjadi jaksa. Dia ditugaskan di daerah dan melihat bahwa rakyat kecil tidak memiliki pembela saat dituntut oleh dirinya sebagai jaksa. Tak tahan melihat ketidakadilan itu, Ia kemudian keluar dan banting setir menjadi advokat muda dan menggagas pembentukan LBH lewat kongres Persatuan Advokat Indonesia (Peradin) tahun 1969.
Saat Peristiwa Malari meletus pada 1974, LBH dinilai berbahaya oleh Jenderal Soeharto dan Buyung ditahan tanpa alasan yang jelas.
KEPERGIAN Adnan Buyung Nasution meninggalkan luka mendalam bagi banyak orang. Termasuk buat pelaku hukum Indonesia seperti Lembaga Bantuan Hukum
- Kejagung Usut Keterlibatan Perusahaan Swasta di Kasus Korupsi Impor Gula yang Menyeret Tom Lembong
- Sampah Sisa Makanan Bergizi Gratis Akan Dipakai Membuat Pupuk
- Detik-Detik Truk Kontainer Tabrak Belasan Kendaraan di Tangerang, Sopir Diamuk Massa
- Polda Papua Bakal Rekrut Bintara Berkompetensi Khusus Untuk Ketahanan Pangan
- Ahli Hukum Pidana Bicara Soal Mens Rea di Sidang Dugaan Sumpah Palsu
- Bupati Konsel Copot Camat Baito Gegara Ini, bukan karena Guru Supriyani, Oalah