Kisah Derita Warga Korban Lapindo, Berupaya Bangkit dari Titik Nol

Kisah Derita Warga Korban Lapindo, Berupaya Bangkit dari Titik Nol
Isa dan suami, Uut Faisal, dengan gerobak bakso mereka di arena istighotsah peringatan 9 Tahun Lumpur Lapindo Jumat (29/5). FotoL Nur Frizal/Jawa Pos

’’Dulu sebelum ada musibah ini, saya punya usaha sendiri di rumah,’’ kata Ganyes ketika ditemui saat menghadiri istighotsah bersama istri dan anaknya yang masih kecil kemarin.

Usaha yang dimaksud Ganyes itu adalah kerajinan membuat perhiasan dari emas dan perak. Kemampuan Ganyes dalam mengolah emas dan perak didapat dari tempatnya bekerja selama ini. Yakni, sebuah pabrik perhiasan emas/perak di Rungkut, Surabaya.

Hasil karyanya memang tidak banyak dikenal. Namun, ada yang membelinya. Karena itu, usaha sambilan tersebut bisa memberikan tambahan penghasilan bagi keluarga. Bahkan, selain untuk kebutuhan belanja sang istri, Sriwati, dan anaknya, Aldo, Ganyes masih bisa menabung.

Sayang, semua itu berlalu begitu cepat. Kehidupan keluarga Ganyes yang berkecukupan berubah tatkala musibah semburan lumpur Lapindo datang. Semua harta bendanya lenyap seketika.

’’Sejak adanya lumpur itu, saya jadi tidak bisa bekerja. Sebab, saya harus mengurusi nasib keluarga saya,’’ tuturnya.

Usaha kecil yang dirintis di rumah ikut ludes tertimbun lumpur. Dia pun keluar dari pabrik tempatnya bekerja lantaran harus berfokus membantu keluarga dari musibah itu. Ganyes sempat mengira kondisi tidak menentu tersebut segera berakhir. Tetapi, perkiraan itu ternyata salah. Kondisi keluarganya bahkan makin parah lantaran Ganyes sudah tidak bekerja.

Dia sempat berpikir untuk membuka kembali usaha kerajinan emas dan perak. Namun, keinginan tersebut sulit diwujudkan lantaran Ganyes tidak memiliki cukup modal. Bahkan, untuk tempat tinggal saja, keluarganya harus berpindah-pindah, menyesuaikan dengan kondisi ekonomi.

Untung, dalam dua tahun terakhir, dia menemukan rumah kontrakan di Desa Krian, Kecamatan Krian. Di sana, dia memulai usaha baru dengan membuka warung kopi (warkop). Dia mengaku hasil dari warkopnya itu belum benar-benar bisa mencukupi kebutuhan rumah tangga. ’’Kadang iuran warga saja saya masih nunggak,’’ tandasnya.

PEREMPUAN berjilbab itu terlihat terampil saat menyajikan semangkuk bakso untuk pembeli. Tangannya begitu cekatan mengambil bahan-bahan yang diperlukan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News