Kisah Derita Warga Korban Lapindo, Berupaya Bangkit dari Titik Nol

Kisah Derita Warga Korban Lapindo, Berupaya Bangkit dari Titik Nol
Isa dan suami, Uut Faisal, dengan gerobak bakso mereka di arena istighotsah peringatan 9 Tahun Lumpur Lapindo Jumat (29/5). FotoL Nur Frizal/Jawa Pos

Isa pun mendaftarkan diri di Jurusan Muamalah, Fakultas Syariah, IAIN Sunan Ampel (kini UINSA) Surabaya dan diterima. Namun, lantaran kondisi ekonomi keluarganya yang sedang terpuruk, Isa tahu diri. Karena itu, selama kuliah, dia mesti meluangkan waktu untuk menyambi bekerja. Dia pun rela bekerja sebagai penjaga warnet di belakang kampusnya. Dia tidak malu, meski pelanggan warnetnya adalah teman-temannya.

Kendati begitu, dari hasil jerih payahnya menjadi penjaga warnet, Isa bisa menyambung hidup di Surabaya. Bahkan, dia mampu menyelesaikan kuliah pada 2011.

Sementara itu, saat Isa menjalani kuliah di Surabaya, kehidupan keluarganya di Sidoarjo belum menentu. Setelah enam bulan tinggal di tempat pengungsian sementara, Sarmuji beserta istri mengungsi lagi ke tempat lain. Yakni, di rumah sang nenek di Ngoro, Mojokerto. Namun, itu hanya berlangsung dua bulan.

Setelah itu, mereka pindah lagi. Kali ini mengontrak rumah di Perumtas 2 Tanggulangin. Selama enam tahun di rumah kontrakan itulah Sarmuji memulai lagi usaha berjualan bakso.

Kegigihan bapak dua anak tersebut dalam berusaha, pelan tapi pasti, mulai menampakkan hasil. Setelah tabungannya dirasa cukup, pada 2012, keluarga Isa mampu membeli rumah sederhana di Desa Ploso, Kecamatan Krembung. ’’Di sana, kami membangun kehidupan baru,’’ kata Isa.

Sejak mampu membeli rumah sendiri, kondisi keluarga Isa perlahan kembali normal. Usaha jualan bakso keluarganya sudah kembali berdiri, meski belum memiliki tempat jualan yang tetap. Isa pun bertekad untuk membantu perekonomian keluarga. Meski berstatus sarjana, dia tidak malu berjualan bakso milik bapaknya.

’’Jualan bakso ini utama, tapi juga sambilan. Sebab, saya juga mengajar di Pesantren Abil Hasan As Syadili, Krembung,’’ ungkap istri Uut Faisal Syafruddin tersebut.

Bukan hanya Isa, Ganyes Susanto juga mengalami hal serupa. Lelaki 43 tahun dari Desa Jatirejo itu benar-benar tidak kuat jika harus mengingat kejadian sembilan tahun lalu tersebut. Sebab, akibat semburan lumpur Lapindo itu, kehidupannya benar-benar tidak menentu.

PEREMPUAN berjilbab itu terlihat terampil saat menyajikan semangkuk bakso untuk pembeli. Tangannya begitu cekatan mengambil bahan-bahan yang diperlukan.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News