Kisah dr Irina Amongpradja: Dari Dokter Kini Ajari Anak-anak Pemulung

Sulap Bekas Pembuangan Sampah Jadi Sekolah Menyenangkan

Kisah dr Irina Amongpradja: Dari Dokter Kini Ajari Anak-anak Pemulung
PEDULI: Dokter Irina Amongpradja bersama para siswa di pendapa Sekolah Kami, Jl Bintara Jaya, Kota Bekasi, Jawa Barat. Hilmi Setiawan/Jawa Pos

Di Sekolah Kami tak ada seragam atau tas anyar di tahun pelajaran baru. Baju tetap lusuh. Mereka juga tak wajib mengenakan sepatu. Pakai sandal jepit juga boleh.

Ina mengatakan, sistem kelas di tempatnya berbeda dengan sekolah-sekolah pada umumnya. Kelas dibuat sedemikian rupa berdasar mata pelajaran utama. Ruang kelas yang terbuat semipermanen itu terdiri atas kelas matematika, IPA, IPS, dan sebagainya.

Dengan demikian, anak dari jenjang kelas mana pun, jika waktunya belajar matematika, akan masuk ke kelas itu. ”Dengan skema ini,” kata Ina, ”siswa tidak bosan dengan ruang kelas yang itu-itu saja.”

Ina menceritakan kisah hidupnya dari seorang dokter hingga menjadi pendiri sekolah swadana tersebut. Dia mengingat lagi momen wisuda dan sumpah profesi dokter pada 1984. Ketika itu sumpah profesi diiringi lagu Bagimu Negeri. ”Syair lagu Bagimu Negeri itu benar-benar terngiang terus. Ini (menjadi guru dan pendiri sekolah, Red) wujud pengabdian saya kepada negeri,” urainya.

Ibu Farah dan Fahmi itu mengatakan, setelah lulus dari Unpad, dirinya bekerja menjadi dokter umum dengan status PNS. Ina pernah ditugaskan ke beberapa daerah, termasuk di wilayah Timor Timur (kini Timor Leste) sebelum berpisah dengan Indonesia.

Setelah berkecimpung lama di dunia medis, Ina mencoba mencari makna kebahagiaan sesungguhnya. Menurut keyakinannya, kebahagiaan tidak bisa semata-mata diukur dari uang. Bahagia ada di hati dan tak terbeli.

Dalam pencariannya itu, Ina beberapa kali blusukan ke kantong-kantong pemulung. Perempuan yang tinggal di kawasan Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, tersebut mendapati banyak anak pemulung yang tidak bersekolah. Mereka berada di lingkaran kemiskinan.

Banyak di antara anak-anak itu yang lahir dari keluarga tanpa buku nikah karena tidak tercatat di kantor urusan agama (KUA). ”Jadi, kalau ada bapaknya yang bosan atau bermasalah, ditinggal kabur begitu saja. Selain itu, ada yang satu saudara hingga lima orang,” paparnya.

SAAT titian karir sebagai dokter sudah mulai nyaman, dr Irina Amongpradja lebih memilih mengurusi anak-anak pemulung di sekitarnya. Sekolah Kami,

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News