Kisah dr Irina Amongpradja: Dari Dokter Kini Ajari Anak-anak Pemulung

Sulap Bekas Pembuangan Sampah Jadi Sekolah Menyenangkan

Kisah dr Irina Amongpradja: Dari Dokter Kini Ajari Anak-anak Pemulung
PEDULI: Dokter Irina Amongpradja bersama para siswa di pendapa Sekolah Kami, Jl Bintara Jaya, Kota Bekasi, Jawa Barat. Hilmi Setiawan/Jawa Pos

Melihat kondisi tersebut, akhirnya pada 2001 Ina memutuskan untuk membuat wadah pendidikan bagi anak-anak pemulung dan miskin lainnya. Awalnya pembelajaran dilakukan di dalam Barak Transito Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi di Jakarta Timur.

Selang beberapa tahun kemudian, mereka berpindah tempat belajar ke gedung bekas Suku Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi Jakarta Timur. Tetapi, tidak lama kemudian, mereka diusir dengan halus karena gedung itu akan dipakai untuk Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) Jakarta Timur.

Akhirnya Ina memutuskan harus menyewa lahan sendiri. Dia menyiasati mahalnya sewa bangunan di Jakarta dengan menyewa lahan yang sebelumnya dipakai untuk tempat pembuangan sampah sekaligus kantong permukiman pemulung.

Lokasinya dekat sekali dengan jalan tol Bekasi Barat. Jika ditarik dari Kuningan, salah satu pusat bisnis di Jakarta, jaraknya sekitar 20 km. Ina sempat menunjukkan lokasi awal pendirian Sekolah Kami yang penuh sampah.

Setelah dipermak habis, pada 2007 lahan itu bisa dipakai. Jika dilihat dari atas, sekolah tersebut diapit pusat pembuangan sampah dan permukiman kumuh pemulung. Menurut Ina, permukiman itu sebenarnya sehat, tetapi levelnya rendah. Masyarakat yang tinggal di situ harus beradaptasi dengan segala jenis penyakit di dalamnya.

Memilih lokasi di pusat pembuangan sampah juga memiliki banyak keuntungan. Yakni, anak-anak pemulung di sekitarnya mudah menjangkau Sekolah Kami. Sekolah ini berkapasitas 150 siswa untuk jenjang SD dan SMP.

Sistem kelembagaannya mirip dengan PKBM (pusat kegiatan belajar masyarakat). Namun, jelas Ina, Sekolah Kami tidak mengikuti regulasi pendaftaran ini dan itu. Sekolahnya berdiri begitu saja sampai saat ini.

Ketika menjelang ada ujian nasional, anak-anak di kelas VI SD disiapkan ikut ujian paket A. Sedangkan siswa di kelas III SMP disiapkan mengikuti ujian paket B. Meskipun sekolahnya tidak terdaftar, terang Ina, anak-anaknya tetap berhak mendapatkan ijazah. ”Sekarang yang berijazah saja susah mencari kerja, apalagi yang tidak berijazah,” tuturnya.

SAAT titian karir sebagai dokter sudah mulai nyaman, dr Irina Amongpradja lebih memilih mengurusi anak-anak pemulung di sekitarnya. Sekolah Kami,

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News