Kisah Jurnalis AS Meliput di Korut, Jendela Selalu Ditutup

Kisah Jurnalis AS Meliput di Korut, Jendela Selalu Ditutup
Jurnalis internasional meliput penghancuran fasilitas uji coba nuklir Korea Utara di Punggye-ri. Foto: KCNA/EPA

Perjalanan menuju Punggye-ri itu tak gratis. Mereka harus membayar sendiri tiket kereta dan makanan. Harga tiket KA mencapai USD 75 per orang atau Rp 1 juta. Per porsi makanan dihargai USD 20 (Rp 282 ribu). Perjalanan dengan kereta itu ditempuh dalam waktu 11–12 jam.

Pemerintah Korut sepertinya tak ingin rombongan pewarta tersebut melihat kondisi riil penduduk lokal. Sepanjang perjalanan, jendela kereta ditutup dengan kain yang tak tembus pandang. Mereka diwanti-wanti untuk tak membukanya.

Sepertinya tak ada satu pun jurnalis yang membangkang. Korut tak pernah pandang bulu terhadap orang yang dianggap melanggar aturan. Bayangan bakal menjadi tawanan kerja paksa Korut tentu cukup menakutkan.

Setelah turun dari kereta, rombongan tersebut masih harus melanjutkan perjalanan dengan bus selama setidaknya empat jam. Perjalanan panjang itu dilanjutkan dengan pendakian ke lokasi. Perjalanan kian berat karena malam sebelumnya hujan deras mengguyur wilayah pegunungan tersebut.

Sesampai di lokasi, mereka diperbolehkan untuk melihat pintu masuk terowongan tempat uji coba nuklir. Saat itu seluruh bagian terowongan sudah dipasangi kabel-kabel yang terhubung dengan bahan peledak.

Setelah menginspeksi sebentar, mereka diminta untuk menjauh dan naik sekitar 500 meter dari lokasi penghancuran. Begitu semua sudah berada di posisi, terowongan itu diledakkan satu per satu. Petugas menyatakan tidak ada kebocoran radiasi. Benar atau tidaknya, tidak ada yang tahu. (sha/c11/dos)


Koresponden CNN Will Ripley sudah 18 kali berkunjung ke Korea Utara (Korut). Tapi, kunjungan terakhirnya awal pekan lalu sangat berbeda.


Redaktur & Reporter : Adil

Sumber Jawa Pos

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News