Kisah Keluarga Buta yang Tetap Gigih Menyambung Hidup dengan Jualan Air

Kisah Keluarga Buta yang Tetap Gigih Menyambung Hidup dengan Jualan Air
Nyoman Warka bersama istri dan anaknya. Foto Indra Prasetia/Radar Bali/jpnn.com

Dengan makin minimnya peminat jasa Warka, dia tetap berusaha bertahan hidup. Padahal, Warka yang bertemu dan menikahi istrinya Ni Made Tangen, pada 31 Juni 2010 lalu ini berkeinginan merubah nasib.

Sang istri, Tangen mengaku membantu kebutuhan dapur dengan berjualan canang sari. Meski banyak canang yang dia buat, namun keuntungan bersih yang diperoleh hanya Rp 10 ribu per hari.

"Saya ada yang ajarkan buatkan canang, sekarang setiap hari saya buat canang 300 biji. Karena belum dipotong busung (janur, Red) dan biaya lain, ” ujar Tangen yang mengaku bertemu Warka di sebuah acara tuna netra di salah satu hotel di Denpasar itu.

Beruntung, dari buah perkawinannya, Warka dan Tangen memiliki putra Wayan Widiasa, 5, yang lahir normal. Widiasa pun kadang membantu ayah dan ibunya beraktivitas.

Widiasa yang kini bersekolah di sebuah TK di Gianyar itu juga kerap mengantarkan ayahnya menyeberang jalan saat membawa air. Widiasa sendiri bisa sekolah berkat bantuan warga asing asal Australia.

Sementara itu, untuk perhatian pemerintah, Warka mengaku hanya dibantu beras miskin setiap bulan.

"Kalau bisa minta, saya minta bedah rumah, apakah atapnya atau semua rumah bisa dibantu, karena rumah ini sudah tua,” harap Warka yang tinggal di rumah berukuran 3x6 dengan dapur terbuka itu.(*/chi/dit)

Mempunyai keterbatasan pengelihatan, tak membuat Nyoman Warka, 46, warga Banjar Saba, Desa Saba, Kecamatan Blahbatuh menyerah. Ia tetap gigih memperjuangkan


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News