Kisah Mengharukan Safrina, Penderita Cerebral Palsy, Kuliah Hingga S-2
Sebelum usianya genap setahun, Nina divonis menderita CP. Artinya, dia mengalami kerusakan otak pada masa tumbuh kembangnya.
Kerusakan tersebut mengakibatkan kelainan pada saraf motorik. Dia pun terancam tidak bisa bergerak, berbicara, dan bahkan berjalan.
’’Begitu orang tua saya tahu, saya langsung diterapikan. Terapi berbicara dan berjalan. Semakin dini ditangani, semakin baik,’’ ungkap Nina dengan terbata-bata ketika ditemui di tempatnya mengajar, SLB Yapenas Jogjakarta, pertengahan September lalu.
Penanganan orang tuanya sejak dini tersebut membuat Nina akhirnya bisa berjalan dan berbicara. Namun, dengan kondisi tidak normal seperti halnya orang kebanyakan.
Dia berjalan dengan tertatih-tatih. Begitu juga ketika berbicara. Selain pelafalannya kurang jelas, dia kadang sulit mengucapkan kata-kata tertentu.
Tidak jarang, Nina harus mengulang perkataannya agar lawan bicaranya paham dengan apa yang dia ucapkan.
Kondisi tidak normal itu juga dialaminya pada jari-jemari. Dia tidak bisa memegang pensil atau bolpoin dengan kuat sehingga tidak bisa menulis manual dengan baik.
Karena itu, Nina yang menyukai dunia tulis-menulis mengaku sangat tertolong dengan adanya notebook.
SECARA fisik, Safrina Rovasita menderita cerebral palsy (CP) alias kelainan gerak dan postur tubuh akibat kerusakan otak. Namun, dengan keterbatasan
- Ninis Kesuma Adriani, Srikandi BUMN Inspiratif di Balik Ketahanan Pangan Nasional
- Dulu Penerjemah Bahasa, kini Jadi Pengusaha Berkat PTFI
- Mengintip Pasar Apung di KCBN Muaro Jambi, Perempuan Pelaku Utama, Mayoritas Sarjana
- Tony Wenas, Antara Misi di Freeport dan Jiwa Rock
- Hujan & Petir Tak Patahkan Semangat Polri Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Wilayah Terluar Dumai
- Tentang Nusakambangan, Pulau yang Diusulkan Ganjar Jadi Pembuangan Koruptor