Kisah Pak Sudirman, Satu-satunya Guru di Sebuah SD

Kisah Pak Sudirman, Satu-satunya Guru di Sebuah SD
Sudirman Mokodongan saat mengajar. Foto: Fandri Mamonto/Manado Post/JPG

Suami Salia Umbola mengaku kondisi alam terkadang menghambat aktivitas. Tapi, keterpanggilan sebagai abdi Negara, Sudirman tak mau kalah dengan cuaca. Terkadang hujan datang ia harus menunggu sampai hujan reda.

Lantaran mobil sejenis Rambo tak akan mampu menembus medan menuju Kalingangaan.

Bagi Sudirman, uang bukanlah motivasnya bolak-balik ke desa itu. Dengan gaji hanya Rp3.625.000, sudah pasti tak mencukupi biaya hidup keluarganya. Untung saja, sang istri Salia Umbola (45) membantu suaminya mengajar di seni di Kolingangaan. Tanpa bayaran.

Cerita Sudirman begitu mengharukan. Ternyata masih ada sekolah yang tertinggal jauh di sebuah desa terpencil. Kondisi bangunan begitu memprihatinkan. Terbuat dari papan yang sudah mulai lapuk. Atapnya sudah mulai bocor.

Lantaran keterbatasan tenaga, Sudirman Mokodongan akhirnya hanya sanggup mengajar tiga pelajaran. Mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika dan Agama. Itu pun hanya bisa sampai kelas 3. Kalau naik kelas 4, maka harus lanjut ke SD Tuduaog.

Sudirman tak berdaya melihat bangunan sekolah tiga kelas dari kayu yang dicat putih seperti gubuk. Tiap kelas hanya dipisahkan dengan sekat. Itu untuk memudahkan guru mengajar. Karena kebanyakan, ia mengajar di tiga kelas sekaligus.

Pak Sudirman terkenal sabar memberikan materi pelajaran.  Ia meminta sebelum pukul 08.00 WITA, semua sudah ada di sekolah. Ketika jam sekolah usai, ia tak bisa cepat pulang, lantaran banyak yang meminta jam tambahan belajar.

SD tersebut dibangun pada tahun 2010 dengan swadaya warga setempat. Adapun bantuan PNPM, menyumbang hanya sebatas meja, kursi, dan lainnya. (*)


PENGABDIAN Sudirman Mokodongan patut diacungi dua jempol. Sebagai guru ia tetap bertahan di sekolah yang sulit diakses, meski sudah diusulkan pindah


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News