Kisah Pendonor Tubuh Pertama Jadi Cadaver

Kisah Pendonor Tubuh Pertama Jadi Cadaver
Kisah Pendonor Tubuh Pertama Jadi Cadaver. Pur saat ditemui di sela-sela kegiatannya bermain bridge. Meski usianya senja, ingatannya masih tajam dan detail. Foto Dinda Lisna Amilia/Jawa Pos/JPNN.com

jpnn.com - Belum banyak yang berminat mendonorkan salah satu organ tubuhnya setelah meninggal nanti. Apalagi merelakan seluruh tubuhnya. Tetapi, Purbyantaravyang sudah bertekad untuk menyumbangkan tubuhnya menjadi cadaver di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.

Laporan Dinda Lisna Amilia, Surabaya

SEORANG laki-laki berusia senja berjalan memasuki gedung PT Abadi Adimulia I di kawasan Rungkut Industri. Meski jalannya tertatih dengan dibantu tongkat, lelaki itu masih gesit memasuki ruang rapat tanpa dituntun orang lain. Semangat tersirat dari senyumnya yang terus mengembang. Lelaki 85 tahun bernama Purbyantaravyang tersebut tidak sabar masuk ke ruang rapat. Bukan untuk bekerja, melainkan bermain bridge dengan Klub Intan.

Bridge adalah permainan kartu berpasangan yang dilakoninya sejak usia 17 tahun. Bahkan, dia menjadi pendiri Klub Bridge Intan yang diklaim Pur –panggilan akrabnya– sebagai salah satu klub bridge tertua di Indonesia. Pada Minggu lalu (28/12) klub bridge itu merayakan hari jadi ke-40. ’’Sebenarnya saya dan teman-teman mendirikan Klub Intan pada 4 Juli 1974, tapi sekarang perayaan simbolis saja,’’ ucap Pur yang masih mengingat tanggal pendirian klub bridge tersebut.

Di usia 85 tahun, ingatan Pur memang tergolong tajam. Dia juga bisa melakukan kegiatan yang umumnya tidak bisa dilakoni orang seusianya. Salah satunya adalah mengetik SMS.

Pur saat ini tercatat sebagai orang pertama yang mengajukan diri menjadi cadaver di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Tentu saja, setelah dia sudah meninggal dunia kelak. Cadaver adalah jenazah yang digunakan mahasiswa untuk belajar anatomi. ’’Saya akan senang mendarmabaktikan diri untuk pengembangan ilmu. Ada mata, hati, hingga kerangka tulang yang masih bisa digunakan,’’ ucap Pur yang lahir di Purwokerto pada 24 Februari 1930 tersebut.

Sebenarnya keinginan untuk menjadi cadaver terlintas di benaknya sejak dulu. Namun, Pur tidak tahu harus ke mana. Pur mengatakan, pada 1975 dirinya mendaftarkan diri sebagai donor mata. Tidak hanya Pur, keluarganya juga mendaftar di Kantor Wali Kota Surabaya. ’’Kami sudah mendaftar, tapi sampai sekarang enggak ada juntrungannya,’’ jelas Pur yang hobi menonton berita tersebut.

Masa lalu Pur memang berkaitan erat dengan bidang pendidikan. Pur dulu bekerja sebagai guru bahasa Inggris di SMAK St Louis 1. Dia juga pernah menjadi kepala sekolah pada 1974. Saat itu dia mempunyai murid yang sekarang sudah menjadi dekan Fakultas Kedokteran Unair, yaitu Prof dr Agung Pranoto SpPD K-EMD FINASIM. Nah, pada 1 November 2014, Pur bertemu dengan Agung di acara reuni SMAK St Louis 1 yang diadakan di Hotel Shangri-La. ’’Saat diundang, saya bilang kalau ada kursi roda, saya bisa datang. Sudah tidak kuat kalau jalan terlalu lama,’’ ucap suami Sedarwati yang sudah mempunyai delapan cucu dan empat cicit tersebut.

Belum banyak yang berminat mendonorkan salah satu organ tubuhnya setelah meninggal nanti. Apalagi merelakan seluruh tubuhnya. Tetapi, Purbyantaravyang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News