Kisah Pilu Pejuang Adat Mempertahankan Hak di Tengah Ketidakhadiran Negara

Kisah Pilu Pejuang Adat Mempertahankan Hak di Tengah Ketidakhadiran Negara
Aliansi Masyarakat Adat Nusantara saat rayakan peringatan AMAN di TIM, Jakarta Pusat. Foto : Humas KLHK

Gugatan ini bertujuan agar DPR RI dan Presiden RI melaksanakan kewajibannya memberikan pengakuan dan perlindungan nyata terhadap Masyarakat

“Apa artinya situasi yang terjadi saat ini? Kami (masyarakat adat) terusir dan tersingkir dari tanah leluhur yang diwariskan ratusan bahkan ribuan tahun lalu, jauh sebelum negara ini terbentuk. Fakta tersebut tidak dipandang serius oleh negara, malah diperumit dengan persyaratan yang pada faktanya berimbas minimnya perlindungan dan pengakuan terhadap kami," tegas Rukka Sombolinggi, Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN).

Sebagaimana diketahui bersama, proses gugatan masyarakat adat kepada DPR RI dan Presiden RI untuk segera membentuk Undang-Undang Masyarakat Adat telah memasuki tahapan pembuktian.

Untuk keperluan tahapan ini, dihadirkan bukti surat, saksi fakta dan juga keterangan ahli dari semua pihak untuk didengar oleh majelis hakim.

Sebagai pihak Penggugat, selain AMAN, permohonan gugatan berasal dari komunitas masyarakat adat Ngkiong di Kabupaten Manggarai, masyarakat adat Osing di Banyuwangi, dan masyarakat adat O Hongana Manyawa, Halmahera.

Sedangkan saksi fakta berasal masyarakat adat Dayak Iban, Semunying Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat; perwakilan komunitas Dayak Tomun, Laman Kinipan Lamandau Kalimantan Tengah; Perwakilan masyarakat adat Rendubutowe, Nagekeo NTT; perwakilan masyarakat adat dari Manggarai, NTT; dan pendamping komunitas masyarakat adat O Hongana Manyawa Tobelo Dalam dari Maulu Utara.

"Mengakui atau menghormati masyarakat adat bukan saja sekedar menghargai tarian, makanan, motif pakaian. Lebih dalam dari itu, yang kami tuntut dan yang seharusya dilakukan negara adalah pengakuan dan perlindungan terhadap identitas budaya dan hak-hak kami sebagai masyarakat adat termasuk diantaranya hak atas wilayah adat, dan hak untuk mengatur diri kami sendiri," jelas Rukka Sombolinggi. (dil/jpnn)

Masyarakat adat di Indonesia berada dalam titik kritis. Selama satu dekade belakangan, telah terjadi perampasan wilayah adat seluas 8,5 juta hektare


Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News