Kisah Sutradara yang Bisa Berjalan di Red Carpet Karena Film Berbiaya Rp 30 Ribu

Kisah Sutradara yang Bisa Berjalan di Red Carpet Karena Film Berbiaya Rp 30 Ribu
(Wregas Bhanuteja for Jawa Pos)

Dua bulan berselang, Lembu Sura juga diundang untuk berkompetisi di Hongkong International Film Festival. ’’Dulu saya pernah bermimpi, kapan ya bisa berjalan di red carpet sebuah festival terkenal? Apa harus menunggu sampai berumur 40-an tahun? Eh, tahunya bisa tercapai dalam usia 22 tahun,’’ ungkap Wregas.

Dan, impian itu terwujud lewat sebuah film yang lahir dari spontanitas dan hanya menghabiskan biaya Rp 30 ribu. Uang sejumlah itu digunakan untuk biaya topeng yang dibuat Wulang Sunu yang kemudian dikenakan Yohanes Budyambara.

Keduanya adalah rekan Wregas di Komunitas Studio Batu, Jogjakarta. Komunitas yang dibentuk teman-teman SMA-nya tahun lalu tersebut menampung para seniman atau pekerja kreatif dari berbagai disiplin seni, mulai fim, musik, fotografi, sampai seni rupa.

Wregas yang sehari-hari bekerja di Miles Production meminta Yodi –sapaan akrab Yohanes Budyambara– mengenakan topeng tersebut sembari menari. Lantas, dia memadukannya dengan rekaman hujan abu yang mengguyur Jogjakarta pada pagi, 14 Februari 2014.

Malam sebelumnya, sekitar pukul 22.30, Gunung Kelud yang terletak di antara Kediri dan Blitar, Jawa Timur, meletus dan abunya terbawa angin sampai ke Kota Gudeg.

Lembu Sura pun menggabungkan footage hujan abu sebagai situasi sebenarnya dan footage tarian yang dibawakan Yodi sebagai visual realitas sehari-hari. Jadilah sebuah film eksperimental yang terinspirasi karya klasik Edwin S. Porter, The Life of an American Fireman (1903).

Mitologi Lembu Sura berkisah tentang seorang pemuda bernama sama berkepala lembu yang dikhianati seorang putri Kerajaan Majapahit, Dyah Ayu Pusparani. Pusparani merupakan putri Raja Brawijaya yang memerintah Majapahit pada abad ke-15.

Lembu Sura memenangi sayembara merentang busur Kyai Garudyeksa dan mengangkat gong Kyai Sekardelima yang diadakan untuk mencari suami buat Pusparani. Tapi, bukannya mereka menepati janji, Lembu Sura malah dikubur hidup-hidup di puncak Gunung Kelud saat membuatkan sumur dalam waktu semalam seperti yang diminta sang putri.

Budaya Jawa yang menjadi benang merah karya-karyanya merupakan bagian dari upaya sutradara muda Wregas Bhanuteja agar film Indonesia punya identitas.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News