Kisah Thitacarini, Biksuni Peraih Summa Cum Laude
Kini, dengan dukungan sang guru Nyanasuryanadi dan Kementerian Agama yang mengeluarkan program 100 doktor, dia menjadi biksuni kandidat doktor pertama di Indonesia. Sekali ujian lagi, Thitacarini akan resmi menyandang gelar PhD.
Thitacarini sebenarnya tidak membutuhkan gelar-gelar akademis itu. Namun, untuk membantu pendidikan agama Buddha di Indonesia, dia rela berjuang dan menghabiskan waktunya untuk terus belajar.
”Jujur saja, untuk latihan ke-bhikkhuni-an, kita nggak butuh sekolah akademis setinggi itu (S-3, Red). Tapi, kalau kita lihat di lapangan, pendidikan Buddhis sangat tertinggal jauh,” kata Thitacarini.
Thitacarini berharap level kesetaraan pendidikan ilmu Buddha di Indonesia bisa sama dengan agama lain dan tidak perlu jauh-jauh ke luar negeri untuk belajar. ”Saya berharap suatu saat ada universitas Buddhis yang besar seperti punya saudara-saudara kita dari agama lain,” ujar koordinator penelitian dan pengembangan Sangha Agung Indonesia itu.
Jumat lalu (23/11) langit mendung Jakarta mengiringi Thitacarini menjemput impiannya. Dari Bandara Soekarno-Hatta, dia terbang menuju Kolombo, Sri Lanka, untuk menuntaskan sidang akhir disertasinya. (*/c11/oni)
Di dunia ini tidak banyak perempuan yang memilih jalan hidup sebagai biksuni, Thitacarini salah satunya.
Redaktur & Reporter : Soetomo
- Dulu Penerjemah Bahasa, kini Jadi Pengusaha Berkat PTFI
- Mengintip Pasar Apung di KCBN Muaro Jambi, Perempuan Pelaku Utama, Mayoritas Sarjana
- Tony Wenas, Antara Misi di Freeport dan Jiwa Rock
- Hujan & Petir Tak Patahkan Semangat Polri Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Wilayah Terluar Dumai
- Tentang Nusakambangan, Pulau yang Diusulkan Ganjar Jadi Pembuangan Koruptor
- Pesantren Ala Kadarnya di Pulau Sebatik, Asa Santri di Perbatasan Negeri