Kisah Thitacarini, Biksuni Peraih Summa Cum Laude

Kisah Thitacarini, Biksuni Peraih Summa Cum Laude
Biksuni Thitacarini, berdoa saat detik-detik menjelang perayaan Waisak di Candi Sewu, Klaten, Senin (29/5/18). FOTO: HENDRA EKA/JAWA POS

Perasaan bangga dan gembira dirasakan Thitacarini. Cita-citanya tercapai. Bak kisah bahagia Tenzin Gyatso, Dalai Lama ke-14 yang baru bisa memasuki wilayahnya setelah lebih dari lima dekade. ”Saya sangat bahagia karena cita-cita saya untuk menjalani kehidupan sebagai seorang biksuni bisa tercapai,” ujar Thitacarini.

Thitacarini tercatat sebagai biksuni pertama dari tradisi theravada Sangha Agung Indonesia. Mengutip situs dhammawheel.com, hanya ada sekitar 1.000 biksuni di seluruh dunia, angka yang sangat sedikit jika dibandingkan dengan biksu yang berjumlah lebih dari 500.000 orang.

Di Indonesia ada tiga kelompok biksuni. Yakni, kelompok Sangha Agung Indonesia, Persaudaraan Bhikkhuni Theravada Indonesia, dan biksuni independen yang tidak terafiliasi dengan organisasi mana pun. Sepengetahuan Thitacarini, saat ini hanya ada 13 biksuni di Indonesia. Itu sekitar 1 persen saja dari jumlah biksuni di seluruh dunia.

Setelah penahbisan, semangat belajar Thitacarini semakin menggebu-gebu. Tak perlu waktu lama untuk dia menyelesaikan studi S-2. Cukup dua tahun hingga akhirnya dia berhasil meraih gelar master of arts (MA).

Tidak hanya tepat waktu, Thitacarini juga menjadi satu-satunya mahasiswa dalam sejarah universitas Buddhis tertua di dunia itu yang berhasil meraih medali perak (summa cum laude) diploma S-2 dan medali emas (summa cum laude) master S-2 secara berturut-turut.

”Kebetulan, ketika diploma dan master di Sri Lanka, saya menjadi satu-satunya mahasiswa yang berturut-turut meraih medali perak dan emas,” jelas Thitacarini.

Berbeda dengan kuliah S-2 di Indonesia, di Sri Lanka beberapa mahasiswa diwajibkan mengikuti diploma S-2 sebelum benar-benar beranjak mengambil gelar master. Lulusan terbaik diploma S-2 diganjar medali perak, adapun master S-2 mendapat medali emas.

Setelah tamat S-2, Thitacarini melanjutkan perjalanan hidupnya ke Myanmar. Di sana dia memperdalam ilmu meditasi selama setahun. Setelah itu, dia kembali bergelut dengan buku-buku. Dia mengambil jenjang pendidikan yang lebih tinggi di kampus yang sama.

Di dunia ini tidak banyak perempuan yang memilih jalan hidup sebagai biksuni, Thitacarini salah satunya.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News