Kisah Thitacarini, Biksuni Peraih Summa Cum Laude

Kisah Thitacarini, Biksuni Peraih Summa Cum Laude
Biksuni Thitacarini, berdoa saat detik-detik menjelang perayaan Waisak di Candi Sewu, Klaten, Senin (29/5/18). FOTO: HENDRA EKA/JAWA POS

Thitacarini terlahir dengan nama asli Julia Surya 32 tahun lalu di Bengkalis, Riau. Dia dibesarkan oleh keluarga sederhana yang menganut aliran kepercayaan. ”Di daerah saya itu mayoritas Chinese. Mereka itu (menganut, Red) kepercayaan, tapi mengaku Buddhis,” kata perempuan berkacamata tersebut.

Ayahnya seorang pedagang barang elektronik, sedangkan ibunya adalah ibu rumah tangga yang pernah berkecimpung di bidang salon kecantikan di Bengkalis.

Pada 2005 keluarga Thitacarini mendapat cobaan. Kakek yang sangat dia sayangi meninggal dunia. Selama tujuh hari setelah meninggalnya sang kakek, keluarga Thitacarini mengadakan doa bersama yang dipimpin seorang biksu. Sejak itulah Thitacarini bersama keluarga semakin tekun mendalami ilmu agama Buddha.

Setelah menamatkan SMA di Bengkalis, dia melanjutkan kuliah di Sekolah Tinggi Ilmu Agama Buddha (STIAB) Smaratungga di Ampel, Boyolali, Jawa Tengah. Saat itu pula dia menjadi samaneri (calon biksuni). Namanya resmi berganti dari Julia Surya menjadi Thitacarini yang berarti keteguhan dalam menjalani kehidupan.

Tepat pada tahun keempat, Thitacarini menyelesaikan studinya. Dia menyandang predikat cum laude sarjana agama Buddha dengan indeks prestasi 3,87. Tak perlu waktu lama, samaneri Thitacarini meneruskan kuliah S-2 di Universitas Kelaniya, Sri Lanka.

Dia mendapat dukungan beasiswa dari umat Buddha Singapura, Majelis Buddhayana Indonesia, dan Perempuan Buddhis Indonesia. Thitacarini yang tidak memiliki kenalan siapa-siapa di Sri Lanka dipertemukan dengan sesama samaneri dari Hongkong, Visuddhicari, yang juga akan ditahbiskan sebagai biksuni.

Untuk menjadi biksuni, seseorang harus memiliki akses untuk menemui perwakilan otoritas atau sangha biksuni setempat. Biksuni harus ditahbiskan oleh seorang biksuni (tidak boleh biksu). Sangha Agung Indonesia (Sagin) saat itu belum memiliki seorang pun biksuni yang ditahbiskan dengan tradisi therawada. Karena itu, belum ada yang bisa memimpin prosesi upasampada atau menahbiskan seorang samaneri menjadi biksuni.

Akhirnya, karma baik memayungi langkah Thitacarini. Penantian lama untuk menjadi biksuni tiba. Pada 12 Mei 2012 di Dekanduwala Dharma Center, Sri Lanka, Thitacarini bersama seniornya Dhammacarini dan Visuddhicari ditahbiskan menjadi biksuni. Saat itu usia Thitacarini masih 26 tahun.

Di dunia ini tidak banyak perempuan yang memilih jalan hidup sebagai biksuni, Thitacarini salah satunya.

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News