Kisah Timnas Palestina Berusaha Bangkit di Tengah Situasi Negara yang Kacau

Di-WO di Singapura karena Visa Satu Tim Dijegal Israel

Kisah Timnas Palestina Berusaha Bangkit di Tengah Situasi Negara yang Kacau
Tim Palestina saat menghadapi Indonesia dalam Friendly Match di Stadion Manahan Solo, Senin (22/08). Foto : Farid Fandi/Jawa Pos
   

Kompetisi sepak bola di Tepi Barat saat itu diikuti sepuluh klub. Sedangkan even di Gaza diikuti 12 klub. "Kebetulan yang menjadi juara dalam liga perdana di Tepi Barat adalah klub saya, Al Ammari," tutur Ibrahim.

Menurut Ibrahim, seperti di belahan dunia lain, menjadi pesepak bola adalah salah satu karir yang diincar banyak anak muda Palestina. Pendapatan dengan menjadi pemain bola cukup menggiurkan. Saat ini gaji tertinggi pemain di liga lokal?Palestina mencapai USD 8 ribu per bulan atau sekitar Rp 65 juta.

Sayang, karena situasi di penjuru negeri yang tak pernah tenang, sampai saat ini tidak ada satu pun sekolah sepak bola (SSB) di Palestina. Pembinaan hanya dilakukan apa adanya oleh klub-klub. "Dengan kondisi seperti itu, kami terus melakukan pendekatan kepada FIFA dan AFC agar ikut membantu pengembangan sepak bola di Palestina. Bagi kami, sepak bola bukan hanya olahraga, melainkan juga pelipur lara di tengah situasi yang semua tahu seperti apa di Palestina," terang Ibrahim.

   

Meski saat ini belum ada pemain asing yang berani berlaga di kompetisi Palestina, beberapa pemain Palestina bisa bersaing di liga mancanegara. Antara lain, Omar Jarun yang bermain di Liga Primer Polandia, Arka Gydinia, Abdellatif Bahdari (Hajer Club/Arab Saudi), Mohammed Samara (Arab Contractors/Mesir), dan Imad Zatara (Syiarianka FC/Syria).

Di tengah situasi negaranya yang tidak stabil, timnas sepak bola Palestina mencoba bangkit. Senin malam lalu (22/8), mereka unjuk gigi di Solo, Jawa

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News